Laman

Kumpulan askep

Thursday, April 05, 2012


HERNIA INGUINALIS

    1. Pengertian
Hernia Inguinalis adalah Sutu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui dinding yang dalam keadaannormal tertutup. ( Richard E, 1992 )
Hernia Inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital. ( Cecily L. Betz, 1997)

    1. Etiologi
Hernia Inguinalis di sebabkan oleh :
      1. Kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital
      2. Anomali Kongenital
      3. Sebab yang di dapat
      4. Adanya prosesus vaginalis yang terbuka
      5. Peninggian tekanan di dalam rongga perut
      6. Kelemahan dinding perut karena usia
      7. Anulus inguinalis yang cukup lama
    1. Manifestasi Klinis
        1. Menangis terus
        2. muntah
        3. Distensi Abdoman
        4. Feses berdarah
        5. Nyeri
        6. Benjolan yang hilang timbul di paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau megedan dan menghilang setelah berbaring
        7. Gelisah, kadang-kadang perut kembung
        8. Konstipasi
        9. Tidak ada flatus

    1. Patologi dan patogenesis
Selama tahap-tahap akhir perkembangan prosesus vaginalis janin, suatu penonjolan peritoneum yang berasal dari cincininterna terbentang ke arah medial serta menuruni setiap kanalis inguinalis. Setelahmeninggalkan kanalis tersebut pada cincin eksterna, maka prosesus tersebut pada pria akan berbelok ke bawah memasuki skrotum dan akan membungkus testis yang sedang berkembang. Lumen biasanya menutup dengan sempurna sebelum lahir kecuali pada bagian yang membungkus testis. Bagian tersebut akan tetap tinggal sebagai suatu kantung potensial tunika vaginalis. Pada wanita prosesus tersebut terbentang mulai dari cincin eksterna hingga ke dalam labia mayora. Bagian proximal prosesus vaginalis dapat mengalami kegagalan penutupan sehingga membentuk suatu kentung hernia dimana viskus abdomaen dapat memasukinya. Bagian yang tetap terbuka itu dapat membantang ke bawah kadang-kadang hingga ke dalam kantung testis dan dapat menyatu dengan tunuka vaginalis sehingga bersama-sama membentuk suatu hernia lengkap.
Hernia inguinalis terutama sering di temukan pada bayi prematur. Di duga karena lebih sedikitnya waktu perkembangna di dalam kandungan serta lebih sedikitnya waktu bagi penutupan seluruh penutupan seluruh prosesus tersebut. Jika testis gagal untuk turun ( Kriptorkoid ), maka biasanya terdapat kantung hernia yang besar karena sesuatu telah menghentikan penurunan testis maupan penutupan prosesus peritoneum tersebut. Anak-anak dengan anomali kongnital terutama yang melibatkan daerah abdoman bagian bawah, pelvis atau perineum seringmempunyai hernia inguinalis sebagai bagian dari kompleks tersebut.













PATHWAY


Proximal prosesus vaginalis
Gagal menutup
Membentuk kantung hernia
Viskus abdomen masuk
Terbuka pindah lokasi p’ngkatan tek intra abdomen&kelemahan otot dinding trigonum HasselBach
testis turun keskrotum
Membentang dalam kantung testis menonjol kebelakang canalis inguinalis

Turun keinguinal

H. Medialis

Vasokontriksi vaskuler
Desakan/teka nan

Nyeri
Gg. rasa nyaman nyeri


Gg. rasa nyaman nyeri
Menyatu dg. Tunika vaginalis tdk menutupnya prosesus vaginalis
Vagianalis peritoneum
Hernia lengkap penonjolan perut di lateral pembuluh epigastrika inferior

Jepitan cincin hernia fenikulus spermatikus H.lateralis

Gg.perfusi jaringan
canalis inguinalis

pembesaran inguinal
Heriography

Post Herniography
Dampak anetesi

Gg. fi. Sirkulasi
Hipersalivasi
COP meningkat

TD&HR meningkat

Suplai O2 berkurang
Gg. perfusi jaringan

Penumpukan sekret
Obs. Jln nfs

B
Bersihan jln nfs
endungan vena
Bersihan jln nafas
Udem organ
Jepitan cincin hernia semakin bertambah H.Strangulata

Peredaran darah tergangguisi hernia nekrosis

Kantung transudat

Usus

Perforasi

Abses lokal
Peritonitis











DAFTAR PUSTAKA


    1. Core Principle and Practice of Medical Surgical Nursing. Ledmann’s.
    2. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Medica Aesculaplus FK UI. 1998.
    3. Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. EGC. 2001.
    4. Keperawatan Medikal Bedah. Charlene J. Reeves, Bayle Roux, Robin Lockhart. Penerjemah Joko Setyono. Penerbit Salemba Media. Edisi I. 2002.


askep hernia inguinalis


HERNIA INGUINALIS

    1. Pengertian
Hernia Inguinalis adalah Sutu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui dinding yang dalam keadaannormal tertutup. ( Richard E, 1992 )
Hernia Inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital. ( Cecily L. Betz, 1997)

    1. Etiologi
Hernia Inguinalis di sebabkan oleh :
      1. Kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital
      2. Anomali Kongenital
      3. Sebab yang di dapat
      4. Adanya prosesus vaginalis yang terbuka
      5. Peninggian tekanan di dalam rongga perut
      6. Kelemahan dinding perut karena usia
      7. Anulus inguinalis yang cukup lama
    1. Manifestasi Klinis
        1. Menangis terus
        2. muntah
        3. Distensi Abdoman
        4. Feses berdarah
        5. Nyeri
        6. Benjolan yang hilang timbul di paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau megedan dan menghilang setelah berbaring
        7. Gelisah, kadang-kadang perut kembung
        8. Konstipasi
        9. Tidak ada flatus

    1. Patologi dan patogenesis
Selama tahap-tahap akhir perkembangan prosesus vaginalis janin, suatu penonjolan peritoneum yang berasal dari cincininterna terbentang ke arah medial serta menuruni setiap kanalis inguinalis. Setelahmeninggalkan kanalis tersebut pada cincin eksterna, maka prosesus tersebut pada pria akan berbelok ke bawah memasuki skrotum dan akan membungkus testis yang sedang berkembang. Lumen biasanya menutup dengan sempurna sebelum lahir kecuali pada bagian yang membungkus testis. Bagian tersebut akan tetap tinggal sebagai suatu kantung potensial tunika vaginalis. Pada wanita prosesus tersebut terbentang mulai dari cincin eksterna hingga ke dalam labia mayora. Bagian proximal prosesus vaginalis dapat mengalami kegagalan penutupan sehingga membentuk suatu kentung hernia dimana viskus abdomaen dapat memasukinya. Bagian yang tetap terbuka itu dapat membantang ke bawah kadang-kadang hingga ke dalam kantung testis dan dapat menyatu dengan tunuka vaginalis sehingga bersama-sama membentuk suatu hernia lengkap.
Hernia inguinalis terutama sering di temukan pada bayi prematur. Di duga karena lebih sedikitnya waktu perkembangna di dalam kandungan serta lebih sedikitnya waktu bagi penutupan seluruh penutupan seluruh prosesus tersebut. Jika testis gagal untuk turun ( Kriptorkoid ), maka biasanya terdapat kantung hernia yang besar karena sesuatu telah menghentikan penurunan testis maupan penutupan prosesus peritoneum tersebut. Anak-anak dengan anomali kongnital terutama yang melibatkan daerah abdoman bagian bawah, pelvis atau perineum seringmempunyai hernia inguinalis sebagai bagian dari kompleks tersebut.













PATHWAY


Proximal prosesus vaginalis
Gagal menutup
Membentuk kantung hernia
Viskus abdomen masuk
Terbuka pindah lokasi p’ngkatan tek intra abdomen&kelemahan otot dinding trigonum HasselBach
testis turun keskrotum
Membentang dalam kantung testis menonjol kebelakang canalis inguinalis

Turun keinguinal

H. Medialis

Vasokontriksi vaskuler
Desakan/teka nan

Nyeri
Gg. rasa nyaman nyeri


Gg. rasa nyaman nyeri
Menyatu dg. Tunika vaginalis tdk menutupnya prosesus vaginalis
Vagianalis peritoneum
Hernia lengkap penonjolan perut di lateral pembuluh epigastrika inferior

Jepitan cincin hernia fenikulus spermatikus H.lateralis

Gg.perfusi jaringan
canalis inguinalis

pembesaran inguinal
Heriography

Post Herniography
Dampak anetesi

Gg. fi. Sirkulasi
Hipersalivasi
COP meningkat

TD&HR meningkat

Suplai O2 berkurang
Gg. perfusi jaringan

Penumpukan sekret
Obs. Jln nfs

B
Bersihan jln nfs
endungan vena
Bersihan jln nafas
Udem organ
Jepitan cincin hernia semakin bertambah H.Strangulata

Peredaran darah tergangguisi hernia nekrosis

Kantung transudat

Usus

Perforasi

Abses lokal
Peritonitis











DAFTAR PUSTAKA


    1. Core Principle and Practice of Medical Surgical Nursing. Ledmann’s.
    2. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Medica Aesculaplus FK UI. 1998.
    3. Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. EGC. 2001.
    4. Keperawatan Medikal Bedah. Charlene J. Reeves, Bayle Roux, Robin Lockhart. Penerjemah Joko Setyono. Penerbit Salemba Media. Edisi I. 2002.


askep cidera kepala


LAPORAN PENDAHULUAN
CIDERA KEPALA
PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
  • Kejang-kejang
  • Gangguan saluran nafas
  • Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
    • edema fokal atau difusi
    • hematoma epidural
    • hematoma subdural
    • hematoma intraserebral
    • over hidrasi
  • Sepsis/septik syok
  • Anemia
  • Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
PATOFISIOLOGI
Cidera kepala TIK - oedem
- hematom
Respon biologi Hypoxemia
Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan cel otak


Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak tahanan vaskuler katekolamin
Sistemik & TD sekresi asam lambung

O2 ggan metabolisme tek. Pemb.darah Mual, muntah
Pulmonal

Asam laktat tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan oedema paru cardiac out put
Cerebral
Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea
Perdarahan yang sering ditemukan:
  • Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Tanda dan gejala:
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.

  • Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil.
  • Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
  • Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.

Penatalaksanaan:
Konservatif
  • Bedrest total
  • Pemberian obat-obatan
  • Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

Pengkajian

BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
  • Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
  • Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
  • Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
  • Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
  • Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
  • Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.


BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.


BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

Pemeriksaan Diagnostik:
  • CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
  • Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
  • X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
  • Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
  • Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.

Prioritas perawatan:
  1. memaksimalkan perfusi/fungsi otak
  2. mencegah komplikasi
  3. pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
  4. mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
  5. pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
  1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
  2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
  3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
  4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis; konflik psikologis.
  5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
  6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
  7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
  8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
  9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
  1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
  • Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
  • Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi
Rasional
Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.

Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.

Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.





Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.









Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.





Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.

Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.

Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.
Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.

Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.
Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.

Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.
  1. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
    • mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
    • bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi
Rasional
Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.

Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.




Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
Lakukan ronsen thoraks ulang.


Berikan oksigen.



Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.

Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
Mencegah/menurunkan atelektasis.


Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.


Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.
Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
  1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.

Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.

Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis.

Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.

Daftar pustaka

Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI – Traumatologi , Surabaya.

Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.

Jantung Koroner


A. Pengertian.
Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium.
Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.
B. Resiko dan insidensi
Penyakit arteri koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan merupakan penyebab utama kematian di USA. Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik banyak di alami oleh individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan secara logis sebagai berikut:
1.         Sifat pribadi Aterogenik.
Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor ini bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis (Kaplan & Stamler, 1991).
2.         Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di tentukan semaunya.
Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet yang terlalu kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik, penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah gunaan alkohol (Kaplan & Stamler, 1991).
3.         Faktor resiko kecil dan lainnya.
Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui.
A. Patofisiologi
Penyakit jantung koroner dan micardiail infark merupakan respons iskemik dari miokardium yang di sebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak permanen. Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70 % oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi miocardial dan tekanan pada dinding jantung.
Jantung yang normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai glikolisis aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen.

Penimbunan asam laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik menjadi hipokinetik.
Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out put, peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.

Kelanjutan dan iskemia tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau semntara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
B. Mekanisme hipertensi meningkatkan resiko
Bila kebanyakan pembacaan tekanan diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12 bulan tanpa terapi obat, maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi penyakit jantung koroner.
Secara sederhana di katakan peningkatan tekanan darh mempercepat arterosklerosis dan arteriosklerosis sehinggan ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahu lebih cepat daripada orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam proses peningkatan tekanan darah yang mengkibatkan perubahan struktur di dalam pembuluh darah, tetapi tekaan dalam beberpa cara terlibat langusng. Akibatnya, lebih tinggi tekanan darah, lebih besar jumlah kerusakan vaskular.

C. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Jantung Koroner
1.         Pengkajian
a.         Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).

b.         Sirkulasi
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.
Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia.
Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).
Irama jnatung mungkin ireguler atau juga normal.
Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.

c.         Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.


d.        Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.

e.         Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.

f.          Neoru sensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.

g.         Kenyamanan
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin.
Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.
Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.

h.         Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.

i.           Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.

j.           Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.

k.         Studi diagnostik
ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis.
Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.
Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.
Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.
Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.
Exercise stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.

Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.
Rencana:
1.         Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2.         Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
3.         Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
4.         Ciptakn suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.
5.         Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
6.         Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)
7.         Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Rencana:
1.         Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
2.         Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3.         Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
4.         Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
5.         Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.

c.         Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.
Rencana:
1.         Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).
2.         Kaji kualitas nadi.
3.         Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
4.         Auskultasi suara nafas.
5.         Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
6.         Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
7.         Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia.

d.        Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia.
Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
Rencana:
1.         Kaji adanya perubahan kesadaran.
2.         Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.
3.         Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
4.         Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
5.         Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
6.         Monitor intake dan out put.
7.         Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.

e.         Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.

Rencana:
1.         Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).
2.         Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.
3.         Ukur intake dan output (balance cairan).
4.         Kaji berat badan setiap hari.
5.         Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.
6.         Sajikan makan dengan diet rendah garam.
7.         Kolaborasi dalam pemberian deuritika.
Mau persi materi ini dalam format ms. word silahkan download disini atau ingin download lebih dari 700 askep silahkan daftar dulu disini

Wednesday, April 04, 2012

perimigravidarum askep


HIPEREMESIS GRAVIDARUM



A. Pengertian

Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi (Rustam Mochtar, 1998).

Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion, MD, Hal:232).
Hiperemesis Gravidarum diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan (Hellen Farrer, 1999, hal:112).


B. Etiologi

Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Frekuensi kejadian adalah 2 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan (Rustam Mochtar, 1998).

  • Umumnya terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG
  • Faktor organik, yaitu karena masuknya viki khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabollik akibat kehamilan serta resitensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan–perubahan ini serta adanya alergi yaitu merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap janin.
  • Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungan sebagai ibu dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
  • Faktor endokrin lainnya : hipertyroid, diabetes dan lain-lain.

C. Patofisiologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester I. bila perasaan terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik dan aseton darah. Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga caira ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasai menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkuang pula tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Disamping dehidraasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (sindroma mollary-weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal.


D. Tanda dan gejala
Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan tetapi apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Menurut berat ringannya gejala dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
  1. Tingkatan I (ringan)
    • Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita
    • Ibu merasa lemah
    • Nafsu makan tidak ada
    • Berat badan menurun
    • Merasa nyeri pada epigastrium
    • Nadi meningkat sekitar 100 per menit
    • Tekanan darah menurun
    • Turgor kulit berkurang
    • Lidah mengering
    • Mata cekung
  2. Tingkatan II (sendang)
    • Penderita tampak lebih lemah dan apatis
    • Turgor kulit mulai jelek
    • Lidah mengering dan tampak kotor
    • Nadi kecil dan cepat
    • Suhu badan naik (dehidrasi)
    • Mata mulai ikterik
    • Berat badan turun dan mata cekung
    • Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi
    • Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria.
  3. Tingkatan III (berat)
    • Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari somnolen sampai koma)
    • Dehidrasi hebat
    • Nadi kecil, cepat dan halus
    • Suhu badan meningkat dan tensi turun
    • Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenal dengan enselopati wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia dan penurunan mental
    • Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hati.

E. Penatalaksanaan
  1. Pencegahan
    Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum diperlukan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologis. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :
    • Memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan berumur 4 bulan.
    • Ibu dianjurkan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi sering.
    • Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering arau biskuit dengan teh hangat
    • Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak
    • Makan makanan dan minuman yang disajikan jangan terlalu panas atau terlalu dingin
    • Usahakan defekasi teratur.
  2. Terapi obat-obatan
    Apabila dengan cara diatas keluhan dan gejala tidak berkurang maka diperlukan pengobatan.
    • Tidak memberikan obat yang terotogen
    • Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital
    • Vitamin yang sering dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6
    • Antihistaminika seperti dramamine, avomine
    • Pada keadaan berat, anti emetik seperti diklomin hidrokhoride atau khlorpromazine.
Hiperemesis gravidarum tingkatan II dan III harus dirawat inap di rumah sakit. Adapun terapi dan perawatan yang diberikan adalah sebagai berikut :
  1. Isolasi
    Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara baik. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Catat cairan yang keluar dan masuk. Kadang-kadang isolasi dapat mengurangi atau menghilangkan gejala ini tanpa pengobatan
  2. Terapi psikologik
    Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar,normal dan fisiologik. Jadi tidak perlu takur dan khawatir. Yakinkan penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan dan dihilangkan masalah atu konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
  3. Terapi mental
    Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5 %, dalam cairan gram fisiologis sebanya 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah dengan kalium dan vitamin khususnya vitamin B kompleks dn vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino esensial secara intravena. Buat dalam daftar kontrol cairan yang amsuk dan dikeluarkan. Berikan pula obat-obatan seperti yang telah disebutkan diatas.
  4. Terminasi kehamilan
    Pada beberapa kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takikardia, ikterik, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik.
    Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak tidak boleh dilakukan terlalu capat dan dipihal lain tidak boleh menunggu sampai terjadi irreversible pada organ vital.

F. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
  1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nutrisi dan cairan yang berlebihan dan intake yang kurang.
  2. Gangguan rasa nyaman : nyeri ulu hati berhubungan dengan frekuensi muntah yang sering.

G.. Intervensi
  1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nutrisi dan cairan yang berlebihan dan intake yang kurang.
    Tujuan : Nutrisi terpenuhi
    Kriteria Hasil :
    1. Berat badan tidak turun.
    2. Pasien menghabiskan porsi makan yang di sediakan.
    3. Mengkonsumsi suplemen zat besi / vitamin sesuai resep.

    Intervensi :
    • Tunjukkan keadekuatan kebiasaan asupan nutrisi dulu / sekarang dengan menggunakan batasan 24 jam. Perhatikan kondisi rambut, kulit dan kuku.
    • Monitor tanda-tanda dehidrasi : turgor kulit, mukosa mulut dan diuresis.
    • Monitor intake dan output cairan.
    • Singkirkan sumber bau yang dapat membuat pasien mual, seperti : deodorant / parfum, pewangi ruangan, larutan pembersih mulut.
    • Timbang berat badan klien; pastikan berat badan pregravida biasanya. Berikan inforamasi tentang penambahan prenatal yang optimum.
    • Tingkatkan jumlah makanan padat dan minuman perlahan sesuai dengan kemampuan.
    • Anjurkan pasien untuk minum dalam jumlah sedikit tapi sering.
  2. Gangguan rasa nyaman : nyeri ulu hati berhubungan dengan frekuensi muntah yang sering.
    Tujuan : Nyaman terpenuhi
    Kriteria Hasil :
    1. Nyeri berkurang / hilang
    2. Ekspresi wajah tenang / rilek, tidak menunjukan rasa sakit.

    Intervensi :
    • Kaji nyeri (skala, lokasi, durasi dan intensitas)
    • Atur posisi tidur senyaman mungkin sesuai dengan kondisi pasien.
    • Anjurkan teknik relaksasi dan distraksi.
    • Jelaskan penyebab nyeri pada pasien dan keluarga pasien.
    • Beri kompres hangat pada daerah nyeri.
    • Kaji tanda-tanda vital.
    • Kolaborasi medis untuk pemberian obat-obatan analgetika dan antiemetik.
  3. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.
    Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penyakit dan pengobatan meningkat.
    Kriteria Hasil :
    1. Pasien dapat mengetahui penyakitnya.
    2. Dapat mendemonstrasikan perawatan diri dan mengungkapkan secara verbal, mengerti tentang instruksi yang diberikan.
    3. Pasien kooperatif dalam program pengobatan.

    Intervensi :
    • Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakitnya, gejala, dan tanda, serta yang perlu diperhatikan dalam perawatannya.
    • Beri penjelasan tentang proses penyakit, gejala, tanda dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan dan pengobatan.
    • Jelaskan tentang pentingnya perawatan dan pengobatan.
    • Jelaskan tentang pentingnya istirahat total.
    • Berikan informasi tertulis / verbal yang terpat tentang diet pra natal dan suplemen vitamin / zat besi setiap hari.
    • Evaluasi motivasi / sikap, dengan mendengar keterangan klien dan meminta umpan balik tentang informasi yang diberikan.
    • Tanyakan keyakinan berkenaan dengan diet sesuai dengan budaya dan hal- hal tabu selama kehamilan.

Download Askep Hiperemesis Gravidarum Gratis : di sini dan di sini



http://nandanursing-blog.blogspot.com
http://all-nurses.blogspot.com
http://nursing-diagnosis-nanda.blogspot.com
http://nursingdiagnosis-nursinginterventions.blogspot.com