Laman

Kumpulan askep

Wednesday, July 17, 2013

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN KLIEN HALUSINASI


A.    Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia.Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi.
Gangguan persepsi di mana seseorang mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. (Maramis,1998)
Ketidakmampuan klien dalam mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai yang diterima oleh panca indra yang ada (Fortinash, 1995)
B.     Etiologi
1)      Factor Predisposisi
a.       Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang tergangggu misalnya rendahnya control dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b.      Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (Unwanted Child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya kepada lingkungannya.
c.       Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter ota. Misalnya terjadi ketidakseimbangan asetilkolin dan dopamine.
d.      FaktorPsikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertangguangjawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif.Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

e.       FaktorGenetikdan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.Hasil menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh terhadap penyakit ini.
2)      Faktor Presipitasi
a.       Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
b.      Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara bising atau mendengung, tapi yang paling penting berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sendiri atau yang dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu.Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori  yang diajukan yang menekankan pentingnya factor-faktor psikologik, fisiologik dll. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang dating dari dalam tubuh ataupun luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar. Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti kita jumpai dalam keadaan normal atau psatologis maka materi-materi yang ada dalam unconscious atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconscious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus externa.


C.    Jenis – jenis Halusinasi
D.    Fase – Fase Halusinasi
Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase yang terdiri dari:
1.      Fase 1 comforting
Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan untuk menghilangkan stress dan kecemasannya.Tapi hal ini bersifat sementara, jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya namun intesitas persepsi meningkat.Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani.Nonpsikotik.Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai.Mengerakan bibir tanpa suara.Pergerakan mata yang cepat.Respon verbal yang lambat jika sedang asyik.Diam dan asyik sendiri.
2.      Fase 2 condemning
Halusinasi menjadi menjijikan.Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan.Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain. Psikotik ringan.Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.Rentang perhatian menyempit.Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
3.      Fase 3 controlling
Ansietas Berat Pengalaman sensori menjadi berkuasa.Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut.Isi halusinasi menjadi menarik.Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti. PsikotikKemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti. Kesukaran akan berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.Adanya tanda-tanda fisik, ansietas berat berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
4.      Fase 4 conquering
Panik.Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya.Pengalaman sensori menjadi mengancam Jika klien mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik. Psikotik Berat. Perilaku teror akibat panik .Potensi kuat suicide atau homicide.Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia.Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.



E.     Manifestasi Klinis
            Tahap I
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata yang cepat
d. Respon verbal yang lambat
e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
            Tahap II
a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan
nadi, pernafasan dan tekanan darah
b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Tahap III
a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada
menolaknya
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk
mengikuti petunjuk
Tahap IV
a. Prilaku menyerang teror seperti panik
b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri atau
katatonik
d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

F.     ASUHAN KEPERAWATAN
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus mempunyaikesadaran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan dirinya secara terapeutik dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu memberi penghargaan namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal halusinasi yang klien alami. Asuhan keperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajian sampai dengan evaluasi.
1.      Pengkajian
            Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
a.       Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
-          Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
-          Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
-          Faktor Biokimia
                                    Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimiaseperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
-          Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peranganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akanmengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.

-          Faktor genetik
                  Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui,tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkanhubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b.      Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

c.       Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1.      Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya.Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2.      Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

3.      Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
4.      Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah iamerupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi denganlingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5.      Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
d.      Sumber Koping
            Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
e.       Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.

2.      Diagnosa Keperawatan
Masalah yang dapat dirumuskan pada umumnya bersumber dari apayang klien perlihatkan sampai dengan adanya halusinasi dan perubahan yang penting dari respon klien terhadap halusinasi. Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pada klien dengan halusinasi adalah sebagai berikut :
a)      Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi
b)      Halusinasi berhubungan dengan menarik diri

3.      Intervensi Keperawatan
a.       Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi
            Tujuan: Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.
Kriteria hasil :
a.       Pasien dapat mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara verbal
b.       Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi, cara memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi klien untuk digunakan
c.       Pasien dapat menggunakan keluarga untuk mengontrol halusinasi dengan cara sering
berinteraksi dengan keluarga
d.      Pasien dapat menggunakan obat dengan benar
Intervensi :
1.      Bina Hubungan saling percaya
2.      Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
3.      Dengarkan ungkapan klien dengan empati
4.      Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap (waktu disesuaikan dengan kondisiklien)
5.      Observasi tingkah laku : verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi
6.      Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan menggambarkan tingkah laku halusinasi
7.      Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi
8.      Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat alami halusinasi.
9.      Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang mengalami halusinasi.
10.  Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi
11.  Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara memutuskan halusinasi yang sesuai dengan klien

b.      Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum :Klien mampu mengontrol halusinasinya
Kriteria Evaluasi :
1.      Klien dapat dan mau berjabat tangan. Dengan perawat mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk bersama
2.      Klien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri
3.      Klien mau berhubungan dengan orang lain
4.      Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara bertahap dengan keluarga
Intervensi :
1.      Bina hubungan saling percaya
2.      Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab klien tidak mau bergaul atau menarik diri
3.      Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan
4.      Perlahan-lahan serta klien dalam kegiatan ruangan dengan melalui tahap-tahap yang  ditentukan
5.      Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai
6.      Anjurkan klien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari berhubungan
7.      Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan klien mengisiwaktunya
8.      Motivasi klien dalam mengikuti aktivitas ruangan
9.      Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan
10.  Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan keluarga
11.  Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab dan cara keluarga menghadapi.
12.  Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi
13.  Anjurkan anggotakeluarga secara rutin menengok klien minimal sekali seminggu


5.      Evaluasi
            Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :
a)      Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
b)      Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan
c)      Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klienmengatasi masalahnya.




No comments:

Post a Comment

komentar