TINJAUAN
PUSTAKA
Pengertian
Fraktur
Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan
menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and
Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas
tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan
dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing.
Patah Tulang Tertutup
Didalam buku Kapita Selekta Kedokteran tahun 2000, diungkapkan bahwa
patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Pendapat lain
menyatidakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang
bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi
(Handerson, M. A, 1992).
Patah Tulang Humerus
Adalah diskontinuitas atau hilangnya
struktur dari tulang humerus yang terbagi atas :
Fraktur Suprakondilar Humerus
Fraktur Interkondiler Humerus
Fraktur Batang Humerus
Fraktur Kolum Humerus
Berdasarkan
mekanisme terjadinya fraktur :
Tipe Ekstensi
Trauma terjadi
ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi
supinasi.
Tipe Fleksi
Trauma terjadi
ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi.
(Mansjoer, Arif,
et al, 2000)
Platting
Adalah salah satu bentuk dari fiksasi
internal menggunakan plat yang terletidak sepanjang tulang dan
berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi dengan sekrup.
Keuntungan :
Tercapainya kestabilan dan
perbaikan tulang seanatomis mungkin yang sangat penting bila ada
cedera vaskuler, saraf, dan lain-lain.
Aliran darah ke tulang yang patah
baik sehingga mempengaruhi proses penyembuhan tulang.
Klien tidak akan tirah baring
lama.
Kekakuan dan oedema dapat
dihilangkan karena bagian fraktur bisa segera digerakkan.
Kerugian :
Fiksasi interna berarti suatu
anestesi, pembedahan, dan jaringan parut.
Kemungkinan untuk infeksi jauh
lebih besar.
Osteoporosis bisa menyebabkan
terjadinya fraktur sekunder atau berulang.
Anatomi Dan Fisiologi
Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi
mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar
disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan
dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut
benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu
korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak.
Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit
struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas
kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari
matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae
disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap
sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian
terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh
darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh
darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa
metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari
sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari
tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga
disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang
membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam
yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui
proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel
lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism
Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan
osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di
bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks.
Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap
kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat
oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini
dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan
substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi
nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan
pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium
organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan
aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses
vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna.
D,1995).
Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar
dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang
panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan
medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya
tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi
seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena
tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama
dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis
merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan
diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama
masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga
medula (marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)
Tulang Humerus
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas),
korpus, dan ujung bawah.
Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang
membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian
dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih
ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah
leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan
disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu
Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital
(sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep.
Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi
fraktur.
Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih.
Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut
tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah
celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari
sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf
radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis
atau radialis.
Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk
bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah
dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan
disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada
kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu
epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C, 1997)
Fungsi Tulang
Memberi kekuatan pada kerangka
tubuh.
Tempat mlekatnya otot.
Melindungi organ penting.
Tempat pembuatan sel darah.
Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius,
Donna D, 1993)
Etiologi
Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
(Oswari E, 1993)
Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang,
maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi fraktur
Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius,
Donna D, 1995 )
Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain.
Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan
jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang
baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu:
Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan
sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini
berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi
fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone
marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami
proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan
disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.
Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua
fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah
fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi
oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan
endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur
berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat
untuk membawa beban yang normal.
Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh
proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae
yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih
tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
(Black, J.M, et
al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)
c. Komplikasi fraktur
Komplikasi Awal
Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar
seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat.
Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
Komplikasi Dalam Waktu Lama
Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karenn\a penurunan supai darah ke tulang.
Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur
yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan
karena aliran darah yang kurang.
Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion
dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et
al, 1993)
Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
Berdasarkan sifat fraktur.
Faktur Tertutup (Closed), bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
Fraktur Terbuka (Open/Compound),
bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Berdasarkan komplit atau
ketidakklomplitan fraktur.
Fraktur Komplit, bila garis patah
melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang
seperti terlihat pada foto.
Fraktru Inkomplit, bila garis
patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
Hair Line Fraktur (patah retidak
rambut)
Buckle atau Torus Fraktur, bila
terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa
di bawahnya.
Green Stick Fraktur, mengenai
satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada
tulang panjang.
Berdasarkan bentuk garis
patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
Fraktur Transversal: fraktur
yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.
Fraktur Oblik: fraktur yang
arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
meruakan akibat trauma angulasijuga.
Fraktur Spiral: fraktur yang
arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi.
Fraktur Kompresi: fraktur yang
terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah
permukaan lain.
Fraktur Avulsi: fraktur yang
diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
Berdasarkan jumlah garis
patah.
Fraktur Komunitif: fraktur
dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
Fraktur Segmental: fraktur
dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
Fraktur Multiple: fraktur
dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
Berdasarkan pergeseran
fragmen tulang.
Fraktur Undisplaced (tidak
bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser
dan periosteum nasih utuh.
Fraktur Displaced (bergeser):
terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen,
terbagi atas:
Dislokai ad longitudinam cum
contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
Dislokasi ad axim (pergeseran
yang membentuk sudut).
Dislokasi ad latus (pergeseran
dimana kedua fragmen saling menjauh).
Fraktur Kelelahan: fraktur
akibat tekanan yang berulang-ulang.
Fraktur Patologis: fraktur
yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
Tingkat 0: fraktur biasa dengan
sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi
dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
Tingkat 2: fraktur yang lebih
berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
Tingkat 3: cedera berat dengan
kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma
kompartement.
(Apley, A. Graham,
1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna D,
1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A,
1995, dan Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
Dampak Masalah
Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang
mungkin timbul terjadi merupakan respon terhadap klien terhadap
enyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada fraktur hunerus akan
menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun keada
keluarganya.
Terhadap Klien
Bio
Pada
klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena
trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan
tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan biasanya
terutama kalsium dan zat besi
Psiko
Klien
akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur,
perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun
dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus
beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta tuakutnya terjadi
kecacatan pada dirinya.
Sosio
Klien
akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga
perasaan akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti
kebutuhannya sendiri seperti biasanya.
Spiritual
Klien
akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan
keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang
diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya.
Terhadap Keluarga
Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota
keluarganya terkena fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan
klien, apakah nanti akan timbul kecacatan atau akan sembuh total.
Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran
perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap
keluarga. Selain tiu, keluarga harus bisa menanggung semua biaya
perawatan dan operasi klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi
keluarga.
Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang
masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga
harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien. Hal ini tentunya
menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik dalam
keluarga.
ASUHAN KEPERAWATAN
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap,
yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
Pengumpulan Data
Anamnesa
Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
Provoking Incident: apakah ada
peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
Quality of Pain: seperti apa
rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut, atau menusuk.
Region : radiation, relief:
apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity (Scale) of Pain:
seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time: berapa lama nyeri
berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari.
(Ignatavicius,
Donna D, 1995)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana
yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D,
1995).
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
Pola Persepsi dan Tata Laksana
Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.
Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat,
Budi Anna, 1991)
Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Doengos. Marilynn E, 1999).
Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D,
1995).
Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,
timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak
serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji
status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D,
1995).
Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
Pemeriksaan Fisik
Dibagi
menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit
tetapi lebih mendalam.
Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
Keadaan umum: baik atau buruknya
yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
Kesadaran penderita: apatis,
sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut,
kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
Tanda-tanda vital tidak normal
karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
Secara sistemik dari kepala sampai
kelamin
Sistem Integumen
Terdapat erytema,
suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
Kepala
Tidak ada gangguan
yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.
Leher
Tidak ada gangguan
yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
Muka
Wajah terlihat
menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk.
Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
Mata
Tidak ada gangguan
seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
Telinga
Tes bisik atau
weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
Hidung
Tidak ada
deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran
tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
Thoraks
Tak ada pergerakan
otot intercostae, gerakan dada simetris.
Paru
Inspeksi
Pernafasan
meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi
Pergerakan sama
atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi
Suara ketok sonor,
tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi
Suara nafas
normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi.
Jantung
Inspeksi
Tidak tampak iktus
jantung.
Palpasi
Nadi meningkat,
iktus tidak teraba.
Auskultasi
Suara S1 dan S2
tunggal, tak ada mur-mur.
Abdomen
Inspeksi
Bentuk datar,
simetris, tidak ada hernia.
Palpasi
Tugor baik, tidak
ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi
Suara thympani,
ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi
Peristaltik usus
normal 20 kali/menit.
Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia,
tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Cictriks (jaringan parut baik yang
alami maupun buatan seperti bekas operasi).
Cape au lait spot (birth mark).
Fistulae.
Warna kemerahan atau kebiruan
(livide) atau hyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau
cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas
(deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke
kamar periksa)
Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat
adalah:
Perubahan suhu disekitar trauma
(hangat) dan kelembaban kulit.
Apabila ada pembengkakan, apakah
terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
Nyeri tekan (tenderness),
krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada
waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan
atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap
dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
Move (pergeraka terutama lingkup
gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
(Reksoprodjo,
Soelarto, 1995)
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray:
Bayangan jaringan lunak.
Tipis tebalnya korteks sebagai
akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
Trobukulasi ada tidaknya rare
fraction.
Sela sendi serta bentuknya
arsitektur sendi.
Selain foto polos
x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
Tomografi: menggambarkan tidak
satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur
lain juga mengalaminya.
Myelografi: menggambarkan
cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
Arthrografi: menggambarkan
jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
Computed Tomografi-Scanning:
menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada
kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin
Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase
(AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan mikroorganisme
kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab
infeksi.
Biopsi tulang dan otot: pada
intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih
dindikasikan bila terjadi infeksi.
Elektromyografi: terdapat
kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
Arthroscopy: didapatkan
jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
Indium Imaging: pada
pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
MRI: menggambarkan semua
kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius,
Donna D, 1995)
Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk
menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi
menjadi dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian
ditentukan masalah keperawatan yang timbul.
Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual
maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam
mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan
intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah
masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
Perencanaan
Pelaksanaan
Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , Buku Ajar
Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995.
Black, J.M, et al, Luckman and
Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4
th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.
Carpenito, Lynda Juall, Rencana
Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.
Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat
Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1991.
Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk
Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992.
Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis,
Volume I EGC, Jakarta, 1994.
Ignatavicius, Donna D, Medical
Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B. Saunder
Company, 1995.
Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan,
EGC, Jakarta, 1994.
Long, Barbara C, Perawatan Medikal
Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.
Mansjoer, Arif, et al, Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta,
2000.
Oswari, E, Bedah dan Perawatannya,
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.
Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis,
Gramedia, Jakarta 1997.
Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.
Tucker, Susan Martin, Standar
Perawatan Pasien, EGC, Jakarta, 1998.