Laman

Kumpulan askep

Thursday, April 05, 2012

FRAKTUR OS.MANDIBULARIS


FRAKTUR OS.MANDIBULARIS

DEFiNISI
Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.

PATOFISIOLOGI
Penyebab fraktur adalah trauma
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
  • Osteoporosis Imperfekta
  • Osteoporosis
  • Penyakit metabolik
TRAUMA
Trauma, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi dagu langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).

TANDA DAN GEJALA
  • Nyeri hebat di tempat fraktur
  • Tak mampu menggerakkan dagu bawah
  • Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
  • X.Ray
  • Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
  • Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
  • CCT kalau banyak kerusakan otot.

PENATALAKSANAAN MEDIK
  • Konservatif : Immobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur.
  • Operatif : dengan pemasangan Traksi, Pen, Screw, Plate, Wire ( tindakan Asbarg)
RENCANA KEPERAWATAN
Prioritas Masalah
  • Mengatasi perdarahan
  • Mengatasi nyeri
  • Mencegah komplikasi
  • Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan

NO
DX. KEPERAWATAN
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Potensial terjadinya syok sehubungan dengan perdarah-an yang banyak
INDENPENDEN:
  • Observasi tanda-tanda vital.
  • Mengkaji sumber, lokasi, dan banyaknya per darahan
  • Memberikan posisi supinasi

  • Memberikan banyak cairan (minum)

KOLABORASI:
  • Pemberian cairan per infus
  • Pemberian obat koagulan sia (vit.K, Adona) dan penghentian perdarahan dengan fiksasi.
  • Pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht)


  • Untuk mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin
  • Untuk menentukan tindakan


  • Untuk mengurangi per darahan dan mencegah kekurangan darah ke otak.
  • Untuk mencegah kekurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)

  • Pemberian cairan per infus.

  • Membantu proses pembekuan darah dan untuk meng hentikan perdarahan.


  • Untuk mengetahui kadar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.
2.
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri sehubungan dengan perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
INDEPENDEN:
  • Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng-gunakan skala nyeri (0-10)
  • Mempertahankan immobilisasi (back slab)
  • Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
  • Menjelaskan seluruh prosedur di atas

KOLABORASI:
  • Pemberian obat-obatan analgesik



  • Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindak annya.
  • Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
  • Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me ngurangi nyeri.
  • Untuk mempersiapkan mental serta agar pasien be-partisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
  • Mengurangi rasa nyeri
3.
Potensial infeksi sehubungan dengan luka terbuka.
INDEPENDEN:
  • Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
  • Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
  • Merawat luka dengan meng-gunakan tehnik aseptik
  • Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
KOLABORASI:
  • Pemeriksaan darah : leokosit

Pemberian obat-obatan :
  • antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
  • Persiapan untuk operasi sesuai indikasi


  • Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.



  • Meminimalkan terjadinya kontaminasi.

  • Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
  • Merupakan indikasi adanya osteomilitis.




  • Lekosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi

  • Untuk mencegah kelanjutan terjadinya infeksi dan pencegahan tetanus.
  • Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.
4.
Gangguan aktivitas s/d keru-sakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
INDEPENDEN:
  • Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
  • Mendorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).


  • Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.

  • Membantu pasien dalam perawatan diri


  • Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.
  • Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mineral.

KOLABORASI :
  • Konsul dengan bagian fisioterapi


  • Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional)


  • Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan me-ngontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
  • Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
  • Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
  • Bedrest, penggunaan analgetika dan perubahan diit dapat menyebabkan penu-runan peristaltik usus dan konstipasi.
  • Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB
  • Untuk menentukan program latihan.
5.
Kurangnya pengetahuan ttg kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi.
INDEPENDEN:
  • Menjelaskan tentang kelainan yg muncul prognosa, dan harapan yang akan datang.
  • Memberikan dukungan cara-cara mobilisasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagian fisioterapi.

  • Memilah-milah aktifitas yg bisa mandiri dan yang harus dibantu.


  • Mengidentifikasi pelayanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
  • Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.


  • Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan..
  • Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan shg keterlambatan penyembuhan disebabkan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
  • Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya (apakah fisioterapist, perawat atau ke- luarga).
  • Membantu mengfasilitasi perawatan mandiri memberi support untuk mandiri.


  • Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien kooperatif.






DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.


Askep fraktur humerus


TINJAUAN PUSTAKA

    1. Pengertian

  1. Fraktur
Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing.
  1. Patah Tulang Tertutup
Didalam buku Kapita Selekta Kedokteran tahun 2000, diungkapkan bahwa patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Pendapat lain menyatidakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).
  1. Patah Tulang Humerus
Adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas :
    1. Fraktur Suprakondilar Humerus
    2. Fraktur Interkondiler Humerus
    3. Fraktur Batang Humerus
    4. Fraktur Kolum Humerus
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :
        1. Tipe Ekstensi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi.
        1. Tipe Fleksi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi.
(Mansjoer, Arif, et al, 2000)
  1. Platting
Adalah salah satu bentuk dari fiksasi internal menggunakan plat yang terletidak sepanjang tulang dan berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi dengan sekrup.
Keuntungan :
    1. Tercapainya kestabilan dan perbaikan tulang seanatomis mungkin yang sangat penting bila ada cedera vaskuler, saraf, dan lain-lain.
    2. Aliran darah ke tulang yang patah baik sehingga mempengaruhi proses penyembuhan tulang.
    3. Klien tidak akan tirah baring lama.
    4. Kekakuan dan oedema dapat dihilangkan karena bagian fraktur bisa segera digerakkan.
Kerugian :
    1. Fiksasi interna berarti suatu anestesi, pembedahan, dan jaringan parut.
    2. Kemungkinan untuk infeksi jauh lebih besar.
    3. Osteoporosis bisa menyebabkan terjadinya fraktur sekunder atau berulang.
    1. Anatomi Dan Fisiologi
  1. Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).
  1. Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)
  1. Tulang Humerus
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah.
    1. Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
    1. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
    1. Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C, 1997)
  1. Fungsi Tulang
    1. Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
    2. Tempat mlekatnya otot.
    3. Melindungi organ penting.
    4. Tempat pembuatan sel darah.
    5. Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D, 1993)
    1. Etiologi
  1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
  1. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
  1. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
(Oswari E, 1993)
    1. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
          1. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
            1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
            1. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
          1. Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
  1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
  1. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
  1. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
  1. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
  1. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)
c. Komplikasi fraktur
              1. Komplikasi Awal
                1. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
                1. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
                1. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
                1. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.


                1. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
                1. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
              1. Komplikasi Dalam Waktu Lama
                1. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.
                1. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

                1. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993)
    1. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
                  1. Berdasarkan sifat fraktur.
    1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
    2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
                  1. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
    1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
    2. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
      1. Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
      2. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
      3. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
                  1. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
        1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
        2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
        3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
        4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
        5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
                  1. Berdasarkan jumlah garis patah.
          1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
          2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
          3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
                  1. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
    1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
    2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
      1. Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
      2. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
      3. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
                  1. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
                  2. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
  1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
  2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
  3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
  4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
(Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
    1. Dampak Masalah

Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang mungkin timbul terjadi merupakan respon terhadap klien terhadap enyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada fraktur hunerus akan menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun keada keluarganya.
  1. Terhadap Klien
  1. Bio
Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium dan zat besi

  1. Psiko
Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta tuakutnya terjadi kecacatan pada dirinya.
  1. Sosio
Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.
  1. Spiritual
Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya.
  1. Terhadap Keluarga
Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya terkena fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti akan timbul kecacatan atau akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga. Selain tiu, keluarga harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan operasi klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga.
Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik dalam keluarga.

ASUHAN KEPERAWATAN

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
  1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
    1. Pengumpulan Data
  1. Anamnesa
  1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
  1. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
  1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
  2. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
  3. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
  4. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
  5. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)


  1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
  1. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
  1. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
  1. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
  1. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
  1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
  1. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
  1. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
  1. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
  1. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
  1. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
  1. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
  1. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
  1. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
  1. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
  1. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).
  1. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
  1. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
  1. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
  1. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
  2. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
  3. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
  1. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
  1. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
  1. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.


  1. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
  1. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
  1. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
  1. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
  1. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
  1. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
  1. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

  1. Paru
  1. Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
  1. Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
  1. Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
  1. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
  1. Jantung
  1. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
  1. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
  1. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.


  1. Abdomen
  1. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
  1. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
  1. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
  1. Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
  1. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
  1. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
  1. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
  1. Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
  2. Cape au lait spot (birth mark).
  3. Fistulae.
  4. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
  5. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
  6. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
  7. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
  1. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
  1. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
  2. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
  3. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
  1. Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
  1. Pemeriksaan Diagnostik
  1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
      1. Bayangan jaringan lunak.
      2. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
      3. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
      4. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
    1. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
    2. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
    3. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
    4. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
  1. Pemeriksaan Laboratorium
      1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
      2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
      3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
  1. Pemeriksaan lain-lain
        1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
        2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
        3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
        4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
        5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
        6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
    1. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.
  1. Diagnosa Keperawatan

Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
  1. Perencanaan

  2. Pelaksanaan

  3. Evaluasi


DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995.

Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.

Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.

Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1991.

Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992.

Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.

Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B. Saunder Company, 1995.

Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.

Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.

Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000.

Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.

Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.

Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.

Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta, 1998.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA pasien DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


ASUHAN KEPERAWATAN
PADA pasien DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


Definisi

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).

Etiologi

  1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)

  1. Gas
  2. Cairan
  3. Bahan padat (Solid)
  1. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)

  2. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)

  3. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)


Fase Luka Bakar

    1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.

    1. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
  1. Proses inflamasi dan infeksi.
  2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
  3. Keadaan hipermetabolisme.

    1. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

Klasifikasi Luka Bakar

  1. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman
Penyebab
Penampilan
Warna
Perasaan
Ketebalan partial superfisial
(tingkat I)
Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).
Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.

Bertambah merah.
Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan partial
(tingkat II)
  • Superfisial
  • Dalam

Kontak dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.

Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya
(tingkat III)
Kontak dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik.
Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.

Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.
Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.

  1. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
  1. Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
  1. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
  2. Kedalaman luka bakar.
  3. Anatomi lokasi luka bakar.
  4. Umur klien.
  5. Riwayat pengobatan yang lalu.
  6. Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
  1. Parah – critical:
    1. Tingkat II : 30% atau lebih.
    2. Tingkat III : 10% atau lebih.
    3. Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
    4. Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
  2. Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%

  1. Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%


Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)































Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar


Perubahan
Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama)
Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
Mekanisme
Dampak dari
Mekanisme
Dampak dari
Pergeseran cairan ekstraseluler.

Vaskuler ke insterstitial.
Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar.
Interstitial ke vaskuler.
Hemodilusi.
Fungsi renal.
Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.

Oliguri.
Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat.
Diuresis.
Kadar sodium/natrium.
Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem.

Defisit sodium.
Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).
Defisit sodium.
Kadar potassium.
K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.

Hiperkalemi
K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar).
Hipokalemi.
Kadar protein.
Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.

Hipoproteinemia.
Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme.
Hipoproteinemia.
Keseimbangan nitrogen.
Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan.

Keseimbangan nitrogen negatif.
Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas.
Keseimbangan nitrogen negatif.
Keseimbnagan asam basa.
Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum.

Asidosis metabolik.
Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme.
Asidosis metabolik.
Respon stres.
Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison.
Aliran darah renal berkurang.
Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.

Stres karena luka.
Eritrosit
Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.

Luka bakar termal.
Tidak terjadi pada hari-hari pertama.
Hemokonsentrasi.
Lambung.
Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri.
Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.

Akut dilatasi dan paralise usus.
Peningkatan jumlah cortison.
Jantung.
MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar.
Disfungsi jantung.
Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.

CO menurun.


Indikasi Rawat Inap Luka Bakar

  1. Luka bakar grade II:
  1. Dewasa > 20%
  2. Anak/orang tua > 15%
  1. Luka bakar grade III.
  2. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

Penatalaksanaan

  1. Resusitasi A, B, C.
  1. Pernafasan:
          1. Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
          2. Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
  1. Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
  1. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
  2. Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

  1. Monitor urine dan CVP.
  2. Topikal dan tutup luka
  • Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
  • Tulle.
  • Silver sulfa diazin tebal.
  • Tutup kassa tebal.
  • Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

  1. Obat – obatan:
    • Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
    • Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
    • Analgetik : kuat (morfin, petidine)
    • Antasida : kalau perlu

      KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

  1. Pengkajian
  1. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
  1. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

  1. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

  1. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

  1. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

  1. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

  1. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

  1. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

  1. Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
  1. Pemeriksaan diagnostik:
    1. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
    2. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
    3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
    4. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
    5. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
    6. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
    7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
    8. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

  1. Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
    1. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
    2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
    3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
    4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
    5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
    6. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
    7. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
    8. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
    9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
    10. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
    11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.







Rencana Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas .
Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.
Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.

Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.

Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi


Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.
Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.


Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.

Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.

Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.



Lakukan program kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
Awasi/gambaran seri GDA




Kaji ulang seri rontgen


Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.



Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.
Dugaan cedera inhalasi


Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.

Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.

Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.
Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan konstriktur leher.
Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret.
Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi.
Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.
Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.
Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan viskositas sputum.
Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah terbakar
Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis.
Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru/oksegenasi.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.
Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.
Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.

Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi.


Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak


Timbang berat badan setiap hari

Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi

Selidiki perubahan mental


Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Pasang / pertahankan kateter urine

Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.

Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).

Berikan obat sesuai idikasi :
  • Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)


  • Kalium

  • Antasida


Pantau:
  • Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
  • Warna urine.
  • Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
  • Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
  • Berat badan setiap hari.
  • CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
  • Status umum setiap 8 jam.

Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar.
Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan CVP.
Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap.

Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.


Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif.

Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.

Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya
Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral
Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).


Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
Memungkinkan infus cairan cepat.
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.
Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit.

Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar
Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.
Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat.









Inspeksi adekuat dari luka bakar.


Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.


Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.

Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan adaya stres ulkus (Curling’s).
Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.

Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.
Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.


Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring.
Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.

Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.

Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.
Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.


Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.

Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.

Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi

Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
Pantau:
  • Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
  • Suhu setiap 4 jam.
  • Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.

Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan.
Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.

Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.





Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.




Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri.

Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.
Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.


Melindungi terhadap tetanus.


Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.

Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.

Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.


Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.
Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.
Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.
Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.
Kriteria evaluasi: warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba.
Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam.
Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan.

Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.

Temuan-temuan ini menandakan keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.
Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.

Memumjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.

Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.

Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.



Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.

Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.

Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.
Lakukan program kolaborasi :
- Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis.
Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.

Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.

Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.
Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.

Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.

Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.








Daftar pustaka

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.

Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.