Laman

Kumpulan askep

Thursday, July 18, 2013

ASKEP ISOS (Isolasi Sosial)



TINJAUAN TEORI

  A.    Pengertian
lain (Budi Anna Kelliat, 2006) Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan di terima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang negatif atau mengancam (Towsent alih bahasa, Daulima, 1998)

Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk membina hubungan yang intim, hangat, terbuka, dan independent (Workshop, diklat  RSMM, 2007)

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain sekitarnya. Px merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yg berarti dg orang lain.

Gangguan berhubungan dengan sosial atau isolasi sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadiannyang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan sosial (Departemen Kesehatan 2001)

Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak di terima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti kepada orang
  B.     Rentang Respon Neurologis

Rentang Respon Neurologis
 

Respon adaptif                                                                      respon maladaptif
-          Pikiran logis                - Pikiran kadang menyimpang            - Kelainan pikiran
-          Persepsi akurat            - Ilusi                                                   - Halusinasi
-          Emosi konsisten          - Reaksi emosional berlebihan - Ketidakmampuan
  atau kurang                                          mengatur emosi
-          Perilaku sesuai - Perilaku ganjil atau lazim                  - Ketidakteraturan
-          Hubungan sosial          - Menarik diri                                      - Isolasi sosial


  C.    Penyebab
Penyebab isolasi sosial adalah harga diri rendah yaitu perasaan negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal mencapai keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merandahkan martababt, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri (Carpenito, L.J 1998)
1.      Faktor predisposisi
ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi sosial
a.       Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran yng lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif dapat mengurangi masalah respon sosial menarik diri.
b.      Faktor biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c.       Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan sitem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungn merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini (Stuart dan Sudden, 1998)

2.      Faktor presipitasi
Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dario berbagai stressor antara lain:
a.       Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gaangguan dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunnya stabilitas unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b.      Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan hubungan (menarik diri) (Stuart and Sundeen, 1998)
c.       Stressor intelektual
1)      Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk berbagai pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan dengan orang lain.
2)      Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan orang lain.
3)      Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan berhubungan dengan orang lain.
d.      Stressor fisik
1)      Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik diri dari orang lain
2)      Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain.




  D.     Tanda dan Gejala
Menurut Towsend.M.C dan Carpenito L.J Isolasi sosial: menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut: kurang spontan, apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak peduli lingkungan, asupan makanan terganggu, retensi uriendan feses, aktivitas menurun, posisi baring seperti feses, menolak berhubungan dengan orang lain.

1.      Data Subyektif
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subyektif adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata “tidak”, “iya”, “tidak tahu”.
2.      Data obyektif
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan:
a.       Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b.      Menghindar dari orang lain (menyindir), klien tampak dari orang lain, misalnya pada saat makan.
c.       Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/ perawat
d.      Tidak ada kontk mata, klien lebih sering menunduk.
e.       Berdiam diri di kamar/ tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
f.       Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
g.      Tidak melakukan kegatan sehari-hari. Artinya perawatn diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
h.      Posisi janin pada saat tidur.


  E.     Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai didi sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri (Dalami, 2009)

  F.     Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping yang sering digunakan adalah regrasi, represi, dan isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat di gunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan keriatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian musik atau tulisan, (Stuart and sundeen, 1998:349).

DAFTAR  PUSTAKA


Carpenito, Lynda Juall (2000), Handbook Of Nursing Diagnosis, (Monica Ester : Penerjemah) Philadelphia (sumber asli diterbitkan, 1999), Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC ; Jakarta.

Stuart, Gaill Wiscare (1998), Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. (Yuni. S. hamid:penerjemah) EGC ; Jakarta.

Issacs (2004), Panduan Bealajar keperawatn Kesehatan Jiwa dan Psikiatri, Edisi 3. (Praty Rahayuningsih, penerjemah) EGC ; Jakarta

No comments:

Post a Comment

komentar