Laman

Kumpulan askep

Wednesday, July 17, 2013

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS


ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS

KOMPREHENSIF PADA NY “ B ” P1001 Ab100
POST PARTUM NORMAL HARI KE-1

LANDASAN  TEORI
2.1 Definisi
Masa nifas ( puerpurium ) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu ( Sarwono Prawirohardjo,2008, hal 122). Menurut Cuningham tahun 2006 yang dimaksud dengan masa nifas adalah periode selama dan tepat setelah kelahiran. Nifas adalah masa dimulai setelah partus selesai dan berakhir selama kira-kira 6 minggu ( sarwono Prawirohardjo,2006, hal 237 ).
2.2 Perode Masa Nifas
a    Puerpurium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan
b   Puerpurium intermedial yaitu masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu
c    Remote puerpurium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu bersalin mempunyai komplikasi.
2.3 Tujuan Asuhan Masa Nifas
a         Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis
b        Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalh, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c         Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatn diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayinya  dan perawatan bayi sehat
d        Memberikan pelayanan keluarga berencana
2.4 Perubahan-perubahan Fisiologis
a         Involusi uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi involusi sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Proses involusi uterus :
Involusi
TFU
Berat Uterus
Bayi lahir
Uri lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu
Sepusat
2 jari dibawah pusat
Pertengahan pusat simfisis
Tidak teraba diatas simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal

1000 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
Involusi disebabkan oleh proses autolusis, yakni zat protein dinding rahim dipecah, diabsorbsi dan kemudian dibuang dengan air kencing.
b        Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan,tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan, dengan cepat luka ini mengecil. Pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Pada permulaan nifas, bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus.
c         Lochea
Adalah cairan sekret yang berasal dari kalium uteri dan vagina dalam masa nifas.
·         Lochea Rubra              
: berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium selama 2 hari pasca persalinan.
·         Lochea Sanguinolenta  
: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke-7 pasca persalinan.
·         Lochea Serosa              
: berwarna kuning, cairan tidak bertambah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
·         Lochea Alba                
: cairan putih selama 2 minggu
d        Perubahan pada pembuluh darah rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas.
e         Perubahan pada serviks dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan, ostium eksternum dapat dilalui oleh dua jari. Pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, karena Hyparplasi dan karena retraksi dari Serviks, robekan serviks menjadi sembuh. Vagina yang sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran-ukurannya yang normal. Pada minggu ke-3 post partus rugea mulai nampak kembali.
f         Dinding perut dan peritonium
Setelah persalinan, dinding perut longgar karena diregang begitu lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau mengejan.
g        Saluran kencing
Kandung kencing dalam puerpurium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah sehingga kandung kencing penuh atau sesudah kencing masih tinggal urine residual. Sisa urine ini dan trauma pada dinding kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi, kandung kemih akan normal dalam waktu 2 minggu.
h        Laktasi
Masing-masing buah dada terdiri dari 15-24 lobi yang terletak terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Tiap lobus terdiri dari lobulli yang terdiri dari pula dari acini, acini inilah yang menghasilkan air susu. Ductus lactiferosus akan memusat dan menuju keputing susu dimana masing-masing bermuara. Keadaan buah dada pada 2 hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam lemah. Pada waktu ini buah dada belum mengandung susu, melainkan colustrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mammae.
Progesteron dan estrogen yang dihasilkan plasenta merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar susu, sedangkan progesteon merangsang pertumbuhan saluran kelenjar. Kedua hormon ini mengeram LTH ( prolactin ). Setelah plasenta lahir, maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi.
Lobus posterior hypofise mengeluarkan oksitosin yang merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah refleks yang ditimbulkan oleh rangsan penghisapan puting susu oleh bayi. Rangsang ini menuju ke Hypofise dan menghasilkan oksitosin yang menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.
Pada kira-kira hari ke-3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu dan kalu areola mammae dipijat, kleuarlah cairan putih dari puting susu. Air susu dapat juga mengandung zat immun misalnya difteri anti toksin dan thyphus aglutinin.
2.5 Program dan Kebijakan Teknis
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
Frekuensi kunjungan masa nifas :
a.       6-8 jam setelah persalinan
o   Mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri
o   Mencegah dan merawat penyebab lain pendarahan, rujuk bila pendarahan berlanjut
o   Memberikan konseling pada ibu atau salah satu keluarga bagaimana mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri.
o   Pemberian ASI awal
o   Melakukan hubungan antara ibu dan BBL
o   Menjaga bayi tetap hangat dengan cara mencegah hipotermi
b.      6 hari setelah persalinan
o   Memastikan involusi uterus berjalan normal yakni uterus berkontraksi, dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau
o   Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
o   Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat
o   Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
c.       2 minggu setelah persalinan
o   Sama seperti diatas ( 6 hari setelah persalinan )
d.      6 minggu setelah persalinan
o   Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ibu atau bayi alami
o   Memberikan konseling untuk ibu secara dini.
2.6  Perawatan Pasca Persalinan / Masa Nifas

a.       Mobalisasi / Early ambulation
Yang dimaksud dengan early ambulation adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin embimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjala. Penderita sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-28 jam Post partum. Keuntungan dari Early ambulation ialah :
Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat denga early ambulation
Faal usus dan kandung kencing lebih baik
Early ambulation memungkinkan kita mengajari ibu memelihara anaknya, memandikan, mengganti pakaian, memberi makanan, dll selama masih di Rumah sakit
Lebih sesuai dengan keadaan indonesia ( sosial ekonomi )\
Early ambulation tentu tidak dibenrakan pada penderita denga penyulit misalnya anemia, penyakit jantung, penyakit paru-paru, demam dll.
b.      Diet
Diet harus sangat mendapat perhatian dalam nifas karena makanan yang baik mempercepat penyembuhan ibu, lagi pula makanan ibu sangat mempengaruhi susunan air susu.
c.       Suhu
Harus diawasi terutama dalam minggu pertama dari masa nifas karena kenaikan suhu adalah tanda pertama infeksi.
d.      Miksi
Tiap penderita disuruh kencing 6 jam post partum. Kalau dalam 8 jam post partum belum dapat kencing atau sekali kencing belum melebihi 100 cc maka dilakukan kateterisasi. Sebagai sebab-sebab retensio urine post partum dapat menyebabkan :

  • Tekanan intra abdominal berkurang
  • Otot-otot perut masih lemah
  • Odema dari urethra
  • Dinding kandung kencing kurang sensitif.

e.       Defekasi
Jika penderita hari ketiga belum juga buang air besar, maka diberi Clysma air sabun atau glycerine.

f.       Puting susu
Puting susu harus dioerhatikan kebersihannya dan adanya luka pecah harus segera diobati, karena kerusakan puting susu merupakan parte d’entree dan dapat menimbulkan mastitis.
g.      Datangnya haid kembali
Ibu yang tidak menyusukan anaknya, haidnya datang lebih cepat dari ibu yang menyusukan anaknya. Pada ibu golongan pertama biasnay haid datang 8 minggu setelah persalinan. Pada ibu golingan kedua haid seringkali tidak datng selama ia menyusukan anaknya, tetapi kebanyakan haid lagi pada bulan ke-4. Amenorhea waktu laktasi disebabkan karena terhalangnya ovulasi, mungkin karena horon LTH.
h.      Lamanya perawatan di Rumah sakit
Pada umumnya ibu-ibu dengan persalinan biasa tidak lama tinggal di rumah sakit, kira-kira 3-5 hari.
i.        Follow Up
Enam minggu setelah persalinan ibu hendaknya memeriksakan diri kembali. Keadaan umum.tens,air kencing, keadaan dinding perut dan buah dada diperiksa dan kemudian dilakukan pemeriksaan dalam yang teliti.
j.        Keluarga berencana ( post partum program )
Masa post partum merupakan saat yang paling baik untuk menawrkan kontrasepsi, oleh karena pada saat ini motivasi paling tinggi adalah pil. Oleh karena pil dapat mempengaruhi sekresi air susu, biasnay ditawarkan IUD, injectable tau sterilisasi.
k.      Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi sejak dikahamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mammae.

2.7 Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
a.       Nutrisi dan cairan
Diet yang baik juga memepertahankan tubuh terhadap infeksi, mencegah konstipasi mulai reproduksi diet
b.      Kebersihan diri dan Vulva Hygine
Ibu nifas harus bisa menjaga alat genetalia terutama apabila terjadi laserasi pada perineum. Ibu nifas rentan terhadap infeksi dehingga ibu perlu mengalami atau mengetahui bagaimana cara membersihkan alat kelaminnya yaitu dengan menggunakan sabun, membasahi dari arah muka kebelakang sampai anus dan dibila.
c.       Personal Hygine
Selama perawatan alat kelamin, dianjurkan ibu mandi 2x sehari.

d.      Istirahat
Anjurkan ibu untuk membatasi aktivitas yang berlebihan, dan anjurkan ibu untuk kembali melakukan kegiatan rumah tangga.
e.       Seksual
Secara fisik aman untuk mulai coitus begitu darah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri.
2.8    Diagnosa
Masa nifas normal jika involusi uterus, pengeluaran lochea, pengeluaran ASI dan perubahan sistem tubuh  termasuk keadaan psikologis normal.
Ø  Keadaan gawat darurat pada ibu seperti perdarahan, kejang dan panas.
Ø  Adanya penyulit atau masalah ibu yang memerlukan rujukan seperti abses payudara.

Reflek Patologis pada tremore


  1. Reflek Hoffman – Tromer

    Jari tengah klien diekstensikan, ujungnya digores, positif bila ada gerakan fleksi pada ari lainnya


  2. Reflek Jaw

    Kerusakan kortikospinalis bilateral, eferen dan aferennya nervous trigeminus, dengan
    mengertuk dagu klien pada posisi mulut terbuka, hasil positif bila mulut terkatup


  3. Reflek regresi

    Kerusakan traktus pirimidalis bilateral / otak bilateral


  4. Reflek Glabella

    Mengetuk dahi diantara kedua mata, hasilnya positif bila membuat kedua mata klien
    tertutup


  5. Reflek Snout

    Mengutuk pertengahan bibir atas, positif bila mulutnya tercucur saliva


  6. Reflek sucking

    Menaruh jari pada bibir klien, positif bila klien menghisap jari tersebut


  7. Reflek Grasp

    Taruh jari pada tangan klien, positif bila klien memegangnya


  8. Reflek Palmomental

    Gores telapak tangan didaerah distal, positif bila otot dagu kontraksi


  9. Reflek rosolimo

    Ketuk telapak kaki depan, positif bila jari kaki ventrofleksi


  10. Reflek Mendel Bechterew

    Mengetuk daerah dorsal kaki2 sebelah depan,positif bila jari kaki ventrofleksi

Asuhan Keperawatan pasien Aritmia


Asuhan Keperawatan pasien Aritmia

Pengkajian
  1. Riwayat penyakit

  2. Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi.

  3. Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.

  4. Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi.

  5. Kondisi psikososial


Pemeriksaan Fisik
  • Aktivitas : kelelahan umum

  • Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.

  • Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis.

  • Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit.

  • Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.

  • Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah.

  • Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.

  • Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.


Diagnosa keperawatan dan Intervensi

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.

Kriteria hasil :
  • Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa.

  • Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia

  • Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.


Intervensi :
  • Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris.
  • Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
  • Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
  • Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung.
  • Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
  • Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi.
  • Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD.
  • Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi.
  • Kolaborasi : Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
  • Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
  • Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
  • Siapkan untuk bantu kardioversi elektif
  • Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
  • Masukkan/pertahankan masukan IV
  • Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
  • Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator



2. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.

Kriteria hasil :
  • Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
  • Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat.

Intervensi :
  • Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
  • Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/keluarga.
  • Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo.
  • Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan.
  • Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan.
  • Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein.
  • Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang.
  • Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
  • Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis.
  • Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu.



DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994.

Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999

Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2001

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Delirium


Askep Delirium


Pengkajian
  1. Identitas
    Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

  2. Keluhan utama
    Keluhan utama atau sebab utama yang menyebbkan klien datang berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.

  3. Faktor predisposisi
    Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta menentukan tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang terdapat. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah ootak, tumur otak dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan sebagainya).

  4. Pemeriksaan fisik
    Kesadran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau makan.

  5. Psikososial
    • Genogram Dari hasil penelitian ditemukan kembar monozigot memberi pengaruh lebih tinggi dari kembar dizigot .

    • Konsep diri
      • Gambaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena proses patologik penyakit.
      • Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
      • Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu diman aindividu tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran berlebihan sementara tidak mempunyai kemmapuan dan sumber yang cukup.
      • Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang ada.
      • Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.

    • Hubungan sosial
      Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Konsep diri dibentuk oleh pola hubungan sosial khususnya dengan orang yang penting dalam kehidupan individu. Jika hubungan ini tidak sehat maka individu dalam kekosongan internal. Perkembangan hubungan sosial yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Keadaa ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.

    • Spiritual
      Keyakina klien terhadapa agama dan keyakinannya masih kuat.a tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksnakan ibadatnmya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
  6. Status mental
    • Penampila klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri.

    • Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.

    • Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis, steriotipi.

    • Alam perasaan
      Klien nampak ketakutan dan putus asa.
    • Afek dan emosi.
      Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu karena jika langsung mengalami perasaa tersebut dapat menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahanafek yang digunakan klien untukj melindungi dirinya, karena afek yang telah berubahn memampukan kien mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen.

    • Interaksi selama wawancara
      Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata kurang.

    • Persepsi
      Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau kebiuh panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah halusinasi.

    • Proses berpikir
      Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern, tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum diterima.
      Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak logis.(Pemikiran autistik). Klien tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikian primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan linguistik (memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak klien regresi dan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.

    • Tingkat kesadaran
      Kesadran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu, tempat dan orang.

    • Memori
      Gangguan daya ingat yang baru saja terjadi )kejadian pada beberapa jam atau hari yang lampau) dan yang sudah lama berselang terjadi (kejadian beberapa tahun yang lalu).

    • Tingkat konsentrasi
      Klien tidak mampu berkonsentrasi

    • Kemampuan penilaian
      Gangguan ringan dalam penilaian atau keputusan.
  7. Kebutuhan klien sehari-hari
    • Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.

    • Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.

    • Eliminasi
      Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih seringdari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.
  8. Mekanisme koping
    Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidak mampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.

  9. Dampak masalah
    • Individu
      • Perilaku, klien muningkin mengbaikan atau mendapat kesulitan dalam melakukan kegiatas sehari-hari seperti kebersihan diri misalnya tidak mau mandi, tidak mau menyisir atau mengganti pakaian.
      • Kesejahateraan dan konsep diri, klien merasa kehilangan harga diri, harga diri rendah, merasa tidak berarti, tidak berguna dan putus asa sehingga klien perlu diisolasi.
      • Kemadirian , klien kehilangan kemandirian adan hidup ketergantungan pada keluarga atau orang yang merawat cukup tinggi, sehingga menimbulkan stres fisik.

Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
  1. Risiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan berespon pada pikiran delusi dan halusinasi.

  2. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem penbdukung yang tidak adequat.

Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1 :

Risiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan berespon pada pikiran delusi dan halusinasi.
  1. Pertahankan agar lingkungan klien pada tingkat stimulaus yang rendah (penyinaran rendah, sedikit orang, dekorasi yang sederhana dan tingakat kebisingan yang rendah)

  2. Ciptakan lingkungan psikososial :
    • sikap perawat yang bersahabat, penuh perhatian, lembuh dan hangat)
    • Bina hubungan saling percaya (menyapa klien dengan rama memanggil nama klien, jujur, tepat janji, empati dan menghargai.
    • Tunjukkan perwat yang bertanggung jawab.
  3. Observasi secara ketat perilaku klien (setiap 15 menit)

  4. Kembangkan orientasi kenyataan :
    • Bantu kien untuk mengenal persepsinya
    • Beri umpan balik tentang perilaku klien tanpa menyokong atau membantah kondoisinya
    • Beri kesempatan untuk mengungkapkan persepsi an daya orientasi
  5. Lindungi klien dan keluarga dari bahaya halusinasi :
    • Kaji halusinasi klien
    • Lakukan tindakan pengawasan ketat, upayakan tidak melakukan pengikatan.
  6. Tingkatkan peran serta keluarga pada tiap tahap perawatan dan jelaskan prinsip-prinsip tindakan pada halusinasi.

  7. Berikan obat-obatan antipsikotik sesuai dengan program terapi (pantau keefektifan dan efek samping obat).

Diagnosa Keperawatan 2 :

Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem penbdukung yang tidak adequat.
  1. Ciptakan lingkungan terapeutik :
    • bina hubungan saling percaya ((menyapa klien dengan rama memanggil nama klien, jujur , tepat janji, empati dan menghargai).
    • tunjukkan perawat yang bertanggung jawab
    • tingkatkan kontak klien dengan lingkungan sosial secara bertahap
  2. Perlihatkan penguatan positif pada klien.
    Temani klien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin mnerupakan hal yang sukar bagi klien.

  3. Orientasikan klien pada waktu, tempat dan orang.

  4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan program terapi.


Artikel Terkait

Delirium Treatment

Treatment:

The goal of treatment is to control or reverse the cause of the symptoms. Treatment depends on the condition causing delirium. Diagnosis and care should take place in a pleasant, comfortable, nonthreatening, physically safe environment. The person may need to stay in the hospital for a short time.

Stopping or changing medications that worsen confusion, or that are not necessary, may improve mental function. Medications that may worsen confusion include:

* Alcohol and illegal drugs
* Analgesics
* Anticholinergics
* Central nervous system depressants
* Cimetidine
* Lidocaine

Disorders that contribute to confusion should be treated. These may include:

* Heart failure
* Decreased oxygen (hypoxia)
* High carbon dioxide levels (hypercapnia)
* Thyroid disorders
* Anemia
* Nutritional disorders
* Infections
* Kidney failure
* Liver failure
* Psychiatric conditions (such as depression)

Treating medical and mental disorders often greatly improves mental function.

Medications may be needed to control aggressive or agitated behaviors. These are usually started at very low doses and adjusted as needed.

Medications include:

* Dopamine blockers (haloperidol, olanzapine, risperidone, clozapine)
* Mood stabilizers (fluoxetine, imipramine, citalopram)
* Sedating medications (clonazepam or diazepam)
* Serotonin-affecting drugs (trazodone, buspirone)
* Thiamine

Source : http://www.umm.edu/ency/article/000740trt.htm