Laman

Kumpulan askep

Wednesday, July 17, 2013

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Rematoid Artritis


Asuhan Keperawatan Pasien Rematoid Artritis
Askep Klien Reumatoid Artritis


Pengkajian
  1. Aktivitas/ istirahat
    Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
    Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
    Tanda : Malaise
    Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.

  2. Kardiovaskuler
    Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

  3. Integritas ego
    Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
    Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
    Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).

  4. Makanan/ cairan
    Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
    Kesulitan untuk mengunyah
    Tanda : Penurunan berat badan
    Kekeringan pada membran mukosa.

  5. Hygiene
    Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan

  6. Neurosensori
    Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
    Gejala : Pembengkakan sendi simetris

  7. Nyeri/ kenyamanan
    Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).

  8. Keamanan
    Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.

  9. Interaksi sosial
    Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.

Diagnosa Keperawatan Rematoid Artritis
  1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.

  2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal,
    Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.

Intervensi Rematoid Artritis

Diagnosa keperawatan 1 :

Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.

Kriteria Hasil:
  • Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
  • Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
  • Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
  • Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.

Intervensi Keperawatan :
  • Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
    R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program

  • Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
    R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri

  • Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.
    R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi

  • Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
    R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi

  • Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
    R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.

  • Berikan masase yang lembut
    R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri

  • Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
    R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping.

  • Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
    R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkanrasa percaya diri dan perasaan sehat.

  • Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
    R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.

  • Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)
    R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.

  • Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan
    R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut

Diagnosa Keperawatan 2:

Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal, Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.

Kriteria Hasil
  • Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
  • Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
  • Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.

Intervensi :
  • Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
    R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi.

  • Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
    R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan.

  • Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan.
    R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.

  • Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze
    R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.

  • Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace
    R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor.

  • Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
    R/ Mencegah fleksi leher.

  • Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.

  • Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
    R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh.

  • Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
    R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat.

  • Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan.
    R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas.

  • Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid).
    R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut.

Laporan Pendahuluan Rematoid Artritis Klik di sini 

Artikel Terkait :

Rheumatoid Arthritis Treatment

by Alan K. Matsumoto, M.D. , Joan Bathon, M.D. and Clifton O. Bingham III, M.D.

While we strive to remain up to date regarding therapies for rheumatoid arthritis, you may find additional details or more current information within our “Hot News” section and also within the “Ask the Expert” Section.

Rheumatoid arthritis is a chronic disorder for which there is no known cure. Fortunately in the last few years, a shift in strategy toward the earlier institution of disease modifying drugs and the availability of new classes of medications have greatly improved the outcomes that can be expected by most patients. The goal of treatment now aims toward achieving the lowest possible level of arthritis disease activity and remission if possible, the minimization of joint damage, and enhancing physical function and quality of life. The optimal treatment of RA requires a comprehensive program that combines medical, social, and emotional support for the patient. It is essential that the patient and the patient’s family be educated about the nature and course of the disease. Strategies are all aimed at reducing pain and discomfort, preventing deformities and loss of joint function, and maintaining a productive and active life. Inflammation must be suppressed and mechanical and structural abnormalities corrected or compensated by assistive devices. Treatment options include medications, reduction of joint stress, physical and occupational therapy, and surgical intervention.

Source : http://www.hopkins-arthritis.org

Asuhan Keperawatan Ketuban Pecah Dini


Askep KPD


Ketuban Pecah Dini (KPD)

A. Konsep Dasar Medik
Pengertian
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban pecah dini” (periode laten)
Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10 % dari semua persalinan. Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu, kejadian sekitar 4 %. Sebagian dari ketuban pecah dini mempunyai periode laten melebihi satu minggu. Early rupture of membrane adalah ketuban pecah pada fase laten persalinan.

Anatomi Fisiologi

Darah terdiri dari elemen-elemen berbentuk dan plasma dalam jumlah setara. Elemen-elemen berbentuk tersebut adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Plasma terdiri dari 900 air dan 100 elektrolit, gas terlarut berbagai produk sisa metabolisme dan zat-zat gizi misalnya gula asam amino, lemak, koleesterol, dan vitamin. Protein dalam darah misalnya albumin dan imuno globilin ikut menyusun plasma.
  1. Pembentukan Sel Darah

    Sel darah merah, sel darah putih dan trombosit di bentuk di hati dan limfa pada sumsum tulang belakang. Proses pembentukan sel-sel darah disebut hematopoiesis.

  2. Sel Darah Merah

    Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria atau ribosom. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis. Fosforilasi oksidatif sel atau pembentuk hemoglobin yang mengangkut sebagian besar oksigen yang diambil dari paru-paru ke sel-sel diseluruh tubuh. Sel darah matang di keluarkan dari sumsum tulang dan hidup sekitar 120 hari untuk kemudian mengalami disentegrasi dan mati.

    Sel darah di gambarkan berdasaran ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel :
    • Nermositik : sel yang ukurannya normal
    • Nermokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal
    • Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil
    • Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar
    • Hipokromik : sel yang sejumlah Hbnya terlalu sedikit
    • Hiperkromik : sel yang sejumlah Hbnya terlalu banyak.
  3. Hemoglobin

    Hemoglobin terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut hem (heme) dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Hemoglobin dalam darah dapat mengikat oksigen secara partial atau total.

  4. Pemecahan Sel Darah Merah

    Apabila sel darah merah mulai berdisentegasi pada akhir masa hidupnya, sel tersebut mengeluarkan hemoglobinnya kedalam sirkulasi. Hemoglobin diuraikan hati dan limfa. Molekul globulin diubah menjadi asam-asam amino. Besi dismpan dihati dan lmfa sampai di gunakan kembali oleh tubuh. Sisa molekul lainnya diubah menjadi bilirubin, yang kemudian dieksresikan melalui tinja atau urin.

Etiologi

Penyebab ketuban pecah dini (KPD) mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
  • Serviks inkopeten
  • Ketegangan rahim berlebihan; kehamilan ganda, hidramnion
  • Kelainan letak janin dalam rahim, letak sunsang, letang lintang
  • Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP, sepalopelvik disproforsi
  • Kelainan bawaan dari selaput ketuban
  • Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga menyebabkan ketuban pecah.

Patofisiologi

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :
  • Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi.
  • Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.

Penatalaksanaan

Sebagai gambaran umum untuk penatalaksanaan KPD dapat dijabarkan sebagai berikut :
  • Pertahankan kehamilan sampai cukup matur, khususnya maturitas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang yang sehat
  • Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas
  • Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.
  • Pada kehamilan 24 sampai 32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan.
  • Menghadapi KPD, diperlukan KIM terhadap ibu dan keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan janinnya.
  • Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia biparietal dan peerlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan kematangan paru melalui perbandingan L/S
  • Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan selang waktu 6 jam sampai 24 jam, bila tidak terjadi his spontan.


Tujuan umum dalam Asuhan Perawatan Bayi Baru Lahir adalah untuk :
  1. Mempertahankan Pernapasan
    • Segera setelah bayi lahir, bayi diletakkan dengan kepala lebih rendahdari pada badan agar supaya lendir keluar dari mulut dan mencegah lendir dan kadang – kadang darah dan mekonium masuk kesaluran pernafasan.
    • Pengisapan lendir harus dilakukan dengan cepat dan lembut
    • Bayi normal dalam beberapa detik sampai satu menit dengan membersihkan mulut dan hidung dari lendir akan segera timbul pernafasan spontan.
  2. Mencegah Infeksi
    • Usaha yang paling efektif untuk mencegah infeksi pada bayi baru lahir ialah mencuci tangan sebelum memegang bayi dan perlengkapan yang digunakan untuk merawat bayi, mengisolasi bayi yang sakit dan memakai pakaian yang bersih.
  3. Memperhatikan suhu tubuh
    • Suhu lingkungan mempengaruhi kehidupan dan kesehatan bayi baru lahir, karena bila suhu lingkungan tidak ada; metabolisme dan konsumsi oksigen bayi akan meningkat.
    • Segera setelah bayi lahir harus dikeringkan dan ditempatkan ditempat yang hangat. Setelah suhu tubuh bayi stabil biasanya 1‑2 jam sesudah lahir, bayi dibersihkan atau dimandikan.
  4. Mengenal tanda‑tanda sakit
    • Kondisi bayi dapat berubah dengan cepat karena itu perlu diawasi dengan kontinyu.
    • Beberapa tanda‑tanda kelainan yang harts diperhatikan misalnya kulit, kening pada ban pertama kesukaran pernapasan, kenaikan atau penurunan suhu tubuh, biru atau pucat, penyakit kembung, problem makan, muntah, kejang‑kejang, tidak Bab selama 12 jam dan Bak dalam 12 jam pertama kehidupan dan penurunan badan‑badan bayi yang banyak.


Daftar Pustaka

Dr. Santosa NI, SKM (1990), “ Perawatan Kebidanan yang Berorientasi Pada Keluarga (Perawatan II) “, Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen KesehatanRepublik Indonesia.

Asrining Surasmi, Siti Handayani, Heni Nur Kusuma, (2002), “Perawatan Bayi Risiko Tinggi”, Jakarta : EGC.

Prof. Dr. Abdul Bari Saifudin, SPOG, MPHD ( 2002 ), “ Buku Panduan Praktis PelayananKesehatan Material & Neonatal “, : Jakarta : EGC.

Marilyn E. Doengoes, Mary Frances Mooorhouse (2001), “Rencana Perawatan Maternal/Bayi “, Jakarta : EGC.

Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG (1998), “Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan”, Jakarta : EGC

Asuhan Keperawatan Bronkiektasis


Asuhan Keperawatan Bronkiektasis


Pengkajian
  1. Riwayat atau adeanya faktor-faktor penunjang
    • Merokok produk tembakau sebagai factor penyebab utama
    • Tinggal atau bekerja daerah dengan polusi udara berat
    • Riwayat alergi pada keluarga
    • Ada riwayat asam pada masa anak-anak.
  2. Riwayat atau adanya faktor-faktor pencetus eksaserbasi seperti :
    • Allergen (serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)
    • Sress emosional
    • Aktivitas fisik yang berlebihan
    • Polusi udara
    • Infeksi saluran nafas
    • Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan
  3. Pemeriksaan fisik berdasarkan focus pada system pernafasan yang meliputi :
    • Kaji frekuensi dan irama pernafasan
    • Inpeksi warna kulit dan warna menbran mukosa
    • Auskultasi bunyi nafas
    • Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :
      • Mengangkat bahu pada saat bernafas
      • Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas
      • Pernafasan cuping hidung
    • Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris
    • Kaji bila nyeri dada pada pernafasan
    • Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif tentukan warna sputum.
    • Tentukan bila pasien mengalami dispneu atau orthopneu
    • Kaji tingkat kesadaran.
  4. Pemeriksaan diagnostik meliputi :
    • Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi
    • Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume cadangan
    • Klutur sputum positif bila ada infeksi
    • Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
    • Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan apakah fungsi abnormal paru ( obstruksi atau restriksi).
    • Tes hemoglobolin.
    • EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal.
  5. Kaji persepsi diri pasien

  6. Kaji berat badan dan masukan rata-rata cairan dan diet.

Diagnosa Keperawatan
  1. Tak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau sekresi kental.

  2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, produksi sputum, dispneu

Intervensi

Diagnosa I :
Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, sekret kental.

Tujuan :
Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.

Kriteria hasil :
Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas( batuk yang efektif, dan mengeluarkan secret.

Rencana Tindakan :
  1. Kaji /pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi dan ekspirasi
    R/ Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi

  2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas
    R/ Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.

  3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran tempat tidur
    R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta membantu menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

  4. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
    R/ Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara

  5. Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk
    R/ Mengetahui keefktifan batuk

  6. Tingkatan masukan cairan samapi 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan
    R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan antara makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekana diafragma.

  7. Berikan obat sesuai indikasi
    R/ Mempercepat proses penyembuhan.

Diagnosa Keperawatan II :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi sputum, dispneu.

Tujuan :
Peningkatan dalam status nutrisi dan berta badan pasien

Kriteria hasil :
Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau mempertahankan berat badan.

Rencana tindakan :
  1. Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang berta badan tiap minggu.
    R/ Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari yang diharapkan.

  2. Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan
    R/ suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan anoreksia.

  3. Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi
    R/ Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang sesuai.

  4. Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus.
    R/ untuk mengatasi dehidrasi pada pasien.


Artikel Terkait :

Bronchiectasis

The goal of treatment for bronchiectasis is to treat any underlying conditions causinglung injury, help remove mucus from the lungs and prevent further complications.

Treatment may include:

Medications:

The goal of treatment for bronchiectasis is to treat any underlying conditions causing lung injury, help remove mucus from the lungs and prevent further complications.
Treatment may include:
Medications:
  • Bronchodilator Medications -- Inhaled as aerosol sprays or taken orally,bronchodilator medications may help to relieve symptoms of bronchiectasis by relaxing and opening the air passages in the lungs.
  • Steroids -- Inhaled as an aerosol spray, steroids can help relieve symptoms of bronchiectasis. Over time, however, inhaled steroids can cause side effects, such as weakened bones, high blood pressure, diabetes and cataracts. It is important to discuss these side effects with your doctor before using steroids.
  • Antibiotics -- Antibiotics may be used to help fight respiratory infections caused by bronchiectasis.
  • Mucus Thinners and Expectorants -- Mucus thinners and expectorants help loosen and clear mucus from lungs.
  • Respiratory Therapy -- People with bronchiectasis must clear mucus from their lungs on a daily basis. This may be done with chest physical therapy, which involves vigorously clapping the back and chest to dislodge mucus from the lungs. Airway clearance can also be achieved with mechanical devicesthat stimulate mucus clearance.
  • Surgery -- Lung volume reduction surgery, during which small wedges of damaged lung tissue are removed, may be recommended for some patients with severe cases of bronchiectasis.
  • Lung Transplant In very severe cases, lung transplantation may be an option for some patients.

Asuhan Keperawatan Angina Pectoris


Asuhan KeperawatanAngina Pectoris


DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

  1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.
  2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan berkurangnya curah jantung.
  3. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.
  4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

FOKUS INTERVENSI
  1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.

    Intervensi :
    • Kaji gambaran dan faktor-faktor yang memperburuk nyeri.
    • Letakkan klien pada istirahat total selama episode angina (24-30 jam pertama) dengan posisi semi fowler.
    • Observasi tanda vital tiap 5 menit setiap serangan angina.
    • Ciptakanlingkunan yang tenang, batasi pengunjung bila perlu.
    • Berikan makanan lembut dan biarkan klien istirahat 1 jam setelahmakan.
    • Tinggal dengan klien yang mengalami nyeri atau tampak cemas.
    • Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
    • Kolaborasi pengobatan.


  2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kurangnya curah jantung.

    Intervensi :
    • Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman.
    • Berikan periode istirahat adekuat, bantu dalam pemenuhan aktifitas perawatan diri sesuai indikasi.
    • Catat warna kulit dan kualittas nadi.
    • Tingkatkan katifitas klien secara teratur.
    • Pantau EKG dengan sering.


  3. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.

    Intervensi :
    • Jelaskan semua prosedur tindakan.
    • Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut.
    • Dorong keluarga dan teman utnuk menganggap klien seperti sebelumnya.
    • Beritahu klien program medis yang telah dibuat untuk menurunkan/membatasi serangan akan datang dan meningkatkan stabilitas jantung.
    • Kolaborasi.


  4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

    Intervensi :
    • Tekankan perlunya mencegah serangan angina.
    • Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetusepisode angina.
    • Kaji pentingnya kontrol berat badan, menghentikan kebiasaan merokok,perubahan diet dan olah raga.
    • Tunjukkan/ dorong klien untuk memantau nadi sendiri selama aktifitas, hindari tegangan.
    • Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina.
    • Dorong klien untuk mengikuti program yang telah ditentukan.


DAFTAR PUSTAKA


Corwin, Elizabeth, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC, 2000.

Chung, EK, Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Jakarta, EGC, 1996

Doenges, Marylinn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC, 1998

Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah volume 2, Jakarta, EGC, 1998

Long, C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah 2, Bandung, IAPK, 1996

Noer, Sjaifoellah, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI, 1996

Price, Sylvia Anderson, Patofisiologi Buku I Jakarta, EGC, 1994

……., Dasar-dasar Keperawatan Kardiotorasik (Kumpulan Bahan Kuliah edisi ketiga),Jakarta : RS Jantung Harapan Kita, 1993.

Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien Volume I, Jakarta, EGC, 1998

Underwood, J C E, Pathologi Volume 1 , Jakarta, EGC, 1999