Laman

Kumpulan askep

Wednesday, July 17, 2013

Penerapan Asuhan Sayang Ibu Dalam Tahapan Persalinan


Penerapan Asuhan Sayang Ibu Dalam Tahapan Persalinan
Asuhan sayang ibu membantu ibu dan keluarganya untuk merasa aman dan nyaman selama prosespersalinan.
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu (Depkes, 2004). Cara yang paling mudah untuk membayangkan asuhan sayang ibu adalah dengan menanyakan pada diri kita sendiri, “Seperti inikah asuhan yang ingin saya dapatkan?” atau “Apakah asuhan seperti ini, yang saya inginkan untuk keluarga saya yang sedang hamil?”

Kala I

Kala I adalah suatu kala dimana dimulai dari timbulnya his sampai pembukaan lengkap. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
  1. Memberikan dukungan emosional.
  2. Pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya.
  3. Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan.
  4. Peran aktif anggota keluarga selama persalinan dengan cara : (a) Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan memuji ibu. (b) Membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi. (c) Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut. (d) Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain. (e) Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
  5. Mengatur posisi ibu sehingga terasa nyaman.
  6. Memberikan cairan nutrisi dan hidrasi – Memberikan kecukupan energi dan mencegah dehidrasi. Oleh karena dehidrasi menyebabkan kontraksi tidak teratur dan kurang efektif.
  7. Memberikan keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur dan spontan – Kandung kemih penuh menyebabkan gangguan kemajuan persalinan dan menghambat turunnya kepala; menyebabkan ibu tidak nyaman; meningkatkan resiko perdarahan pasca persalinan; mengganggu penatalaksanaan distosia bahu; meningkatkan resiko infeksi saluran kemih pasca persalinan.
  8. Pencegahan infeksi – Tujuan dari pencegahan infeksi adalah untuk mewujudkan persalinan yang bersih dan aman bagi ibu dan bayi; menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi baru lahir.

Kala II

Kala II adalah kala dimana dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai keluarnya bayi.
Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
  1. Pendampingan ibu selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya oleh suami dan anggota keluarga yang lain.
  2. Keterlibatan anggota keluarga dalam memberikan asuhan antara lain : (a) Membantu ibu untuk berganti posisi. (b) Melakukan rangsangan taktil. (c) Memberikan makanan dan minuman. (d) Menjadi teman bicara/ pendengar yang baik. (e) Memberikan dukungan dan semangat selama persalinan sampai kelahiran bayinya.
  3. Keterlibatan penolong persalinan selama proses persalinan & kelahiran – dengan cara : (a) Memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan keluarga. (b) Menjelaskan tahapan dan kemajuan persalinan. (c) Melakukan pendampingan selama proses persalinan dan kelahiran.
  4. Membuat hati ibu merasa tenteram selama kala II persalinan – dengan cara memberikan bimbingan dan menawarkan bantuan kepada ibu.
  5. Menganjurkan ibu meneran bila ada dorongan kuat dan spontan umtuk meneran – dengan cara memberikan kesempatan istirahat sewaktu tidak ada his.
  6. Mencukupi asupan makan dan minum selama kala II.
  7. Memberika rasa aman dan nyaman dengan cara : (a) Mengurangi perasaan tegang. (b) Membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi. (c) Memberikan penjelasan tentang cara dan tujuan setiap tindakan penolong. (d) Menjawab pertanyaan ibu. (e) Menjelaskan apa yang dialami ibu dan bayinya. (f) Memberitahu hasil pemeriksaan.
  8. Pencegahan infeksi pada kala II dengan membersihkan vulva dan perineum ibu.
  9. Membantu ibu mengosongkan kandung kemih secara spontan.

Kala III

Kala III adalah kala dimana dimulai dari keluarnya bayi sampai plasenta lahir.
Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
  1. Memberikan kesempatan kepada ibu untuk memeluk bayinya dan menyusui segera.
  2. Memberitahu setiap tindakan yang akan dilakukan.
  3. Pencegahan infeksi pada kala III.
  4. Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi, perdarahan).
  5. Melakukan kolaborasi/ rujukan bila terjadi kegawatdaruratan.
  6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
  7. Memberikan motivasi dan pendampingan selama kala III.

Kala IV

Kala IV adalah kala dimana 1-2 jam setelah lahirnya plasenta.
Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
  1. Memastikan tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan dalam keadaan normal.
  2. Membantu ibu untuk berkemih.
  3. Mengajarkan ibu dan keluarganya tentang cara menilai kontraksi dan melakukan massase uterus.
  4. Menyelesaikan asuhan awal bagi bayi baru lahir.
  5. Mengajarkan ibu dan keluarganya ttg tanda-tanda bahaya post partum seperti perdarahan, demam, bau busuk dari vagina, pusing, lemas, penyulit dalam menyusui bayinya dan terjadi kontraksi hebat.
  6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
  7. Pendampingan pada ibu selama kala IV.
  8. Nutrisi dan dukungan emosional.

Referensi

Depkes RI, 2004, Asuhan Persalinan Normal. Edisi Baru Dengan Resusitasi, Jakarta.
Depkes RI, 2001, Catatan Perkembangan Dalam Praktek Kebidanan, Jakarta.
Draft, 2001, Pelatihan Pelayanan Kebidanan, Jakarta.
Pusdiknakes – WHO – JHPIEGO, 2003, Asuhan Intrapartum, Jakarta.
Image, makingmothersdoula.com

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS


ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS

KOMPREHENSIF PADA NY “ B ” P1001 Ab100
POST PARTUM NORMAL HARI KE-1

LANDASAN  TEORI
2.1 Definisi
Masa nifas ( puerpurium ) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu ( Sarwono Prawirohardjo,2008, hal 122). Menurut Cuningham tahun 2006 yang dimaksud dengan masa nifas adalah periode selama dan tepat setelah kelahiran. Nifas adalah masa dimulai setelah partus selesai dan berakhir selama kira-kira 6 minggu ( sarwono Prawirohardjo,2006, hal 237 ).
2.2 Perode Masa Nifas
a    Puerpurium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan
b   Puerpurium intermedial yaitu masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu
c    Remote puerpurium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu bersalin mempunyai komplikasi.
2.3 Tujuan Asuhan Masa Nifas
a         Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis
b        Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalh, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c         Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatn diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayinya  dan perawatan bayi sehat
d        Memberikan pelayanan keluarga berencana
2.4 Perubahan-perubahan Fisiologis
a         Involusi uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi involusi sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Proses involusi uterus :
Involusi
TFU
Berat Uterus
Bayi lahir
Uri lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu
Sepusat
2 jari dibawah pusat
Pertengahan pusat simfisis
Tidak teraba diatas simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal

1000 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
Involusi disebabkan oleh proses autolusis, yakni zat protein dinding rahim dipecah, diabsorbsi dan kemudian dibuang dengan air kencing.
b        Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan,tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan, dengan cepat luka ini mengecil. Pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Pada permulaan nifas, bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus.
c         Lochea
Adalah cairan sekret yang berasal dari kalium uteri dan vagina dalam masa nifas.
·         Lochea Rubra              
: berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium selama 2 hari pasca persalinan.
·         Lochea Sanguinolenta  
: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke-7 pasca persalinan.
·         Lochea Serosa              
: berwarna kuning, cairan tidak bertambah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
·         Lochea Alba                
: cairan putih selama 2 minggu
d        Perubahan pada pembuluh darah rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas.
e         Perubahan pada serviks dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan, ostium eksternum dapat dilalui oleh dua jari. Pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, karena Hyparplasi dan karena retraksi dari Serviks, robekan serviks menjadi sembuh. Vagina yang sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran-ukurannya yang normal. Pada minggu ke-3 post partus rugea mulai nampak kembali.
f         Dinding perut dan peritonium
Setelah persalinan, dinding perut longgar karena diregang begitu lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau mengejan.
g        Saluran kencing
Kandung kencing dalam puerpurium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah sehingga kandung kencing penuh atau sesudah kencing masih tinggal urine residual. Sisa urine ini dan trauma pada dinding kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi, kandung kemih akan normal dalam waktu 2 minggu.
h        Laktasi
Masing-masing buah dada terdiri dari 15-24 lobi yang terletak terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Tiap lobus terdiri dari lobulli yang terdiri dari pula dari acini, acini inilah yang menghasilkan air susu. Ductus lactiferosus akan memusat dan menuju keputing susu dimana masing-masing bermuara. Keadaan buah dada pada 2 hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam lemah. Pada waktu ini buah dada belum mengandung susu, melainkan colustrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mammae.
Progesteron dan estrogen yang dihasilkan plasenta merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar susu, sedangkan progesteon merangsang pertumbuhan saluran kelenjar. Kedua hormon ini mengeram LTH ( prolactin ). Setelah plasenta lahir, maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi.
Lobus posterior hypofise mengeluarkan oksitosin yang merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah refleks yang ditimbulkan oleh rangsan penghisapan puting susu oleh bayi. Rangsang ini menuju ke Hypofise dan menghasilkan oksitosin yang menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.
Pada kira-kira hari ke-3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu dan kalu areola mammae dipijat, kleuarlah cairan putih dari puting susu. Air susu dapat juga mengandung zat immun misalnya difteri anti toksin dan thyphus aglutinin.
2.5 Program dan Kebijakan Teknis
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
Frekuensi kunjungan masa nifas :
a.       6-8 jam setelah persalinan
o   Mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri
o   Mencegah dan merawat penyebab lain pendarahan, rujuk bila pendarahan berlanjut
o   Memberikan konseling pada ibu atau salah satu keluarga bagaimana mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri.
o   Pemberian ASI awal
o   Melakukan hubungan antara ibu dan BBL
o   Menjaga bayi tetap hangat dengan cara mencegah hipotermi
b.      6 hari setelah persalinan
o   Memastikan involusi uterus berjalan normal yakni uterus berkontraksi, dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau
o   Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
o   Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat
o   Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
c.       2 minggu setelah persalinan
o   Sama seperti diatas ( 6 hari setelah persalinan )
d.      6 minggu setelah persalinan
o   Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ibu atau bayi alami
o   Memberikan konseling untuk ibu secara dini.
2.6  Perawatan Pasca Persalinan / Masa Nifas

a.       Mobalisasi / Early ambulation
Yang dimaksud dengan early ambulation adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin embimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjala. Penderita sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-28 jam Post partum. Keuntungan dari Early ambulation ialah :
Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat denga early ambulation
Faal usus dan kandung kencing lebih baik
Early ambulation memungkinkan kita mengajari ibu memelihara anaknya, memandikan, mengganti pakaian, memberi makanan, dll selama masih di Rumah sakit
Lebih sesuai dengan keadaan indonesia ( sosial ekonomi )\
Early ambulation tentu tidak dibenrakan pada penderita denga penyulit misalnya anemia, penyakit jantung, penyakit paru-paru, demam dll.
b.      Diet
Diet harus sangat mendapat perhatian dalam nifas karena makanan yang baik mempercepat penyembuhan ibu, lagi pula makanan ibu sangat mempengaruhi susunan air susu.
c.       Suhu
Harus diawasi terutama dalam minggu pertama dari masa nifas karena kenaikan suhu adalah tanda pertama infeksi.
d.      Miksi
Tiap penderita disuruh kencing 6 jam post partum. Kalau dalam 8 jam post partum belum dapat kencing atau sekali kencing belum melebihi 100 cc maka dilakukan kateterisasi. Sebagai sebab-sebab retensio urine post partum dapat menyebabkan :

  • Tekanan intra abdominal berkurang
  • Otot-otot perut masih lemah
  • Odema dari urethra
  • Dinding kandung kencing kurang sensitif.

e.       Defekasi
Jika penderita hari ketiga belum juga buang air besar, maka diberi Clysma air sabun atau glycerine.

f.       Puting susu
Puting susu harus dioerhatikan kebersihannya dan adanya luka pecah harus segera diobati, karena kerusakan puting susu merupakan parte d’entree dan dapat menimbulkan mastitis.
g.      Datangnya haid kembali
Ibu yang tidak menyusukan anaknya, haidnya datang lebih cepat dari ibu yang menyusukan anaknya. Pada ibu golongan pertama biasnay haid datang 8 minggu setelah persalinan. Pada ibu golingan kedua haid seringkali tidak datng selama ia menyusukan anaknya, tetapi kebanyakan haid lagi pada bulan ke-4. Amenorhea waktu laktasi disebabkan karena terhalangnya ovulasi, mungkin karena horon LTH.
h.      Lamanya perawatan di Rumah sakit
Pada umumnya ibu-ibu dengan persalinan biasa tidak lama tinggal di rumah sakit, kira-kira 3-5 hari.
i.        Follow Up
Enam minggu setelah persalinan ibu hendaknya memeriksakan diri kembali. Keadaan umum.tens,air kencing, keadaan dinding perut dan buah dada diperiksa dan kemudian dilakukan pemeriksaan dalam yang teliti.
j.        Keluarga berencana ( post partum program )
Masa post partum merupakan saat yang paling baik untuk menawrkan kontrasepsi, oleh karena pada saat ini motivasi paling tinggi adalah pil. Oleh karena pil dapat mempengaruhi sekresi air susu, biasnay ditawarkan IUD, injectable tau sterilisasi.
k.      Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi sejak dikahamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mammae.

2.7 Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
a.       Nutrisi dan cairan
Diet yang baik juga memepertahankan tubuh terhadap infeksi, mencegah konstipasi mulai reproduksi diet
b.      Kebersihan diri dan Vulva Hygine
Ibu nifas harus bisa menjaga alat genetalia terutama apabila terjadi laserasi pada perineum. Ibu nifas rentan terhadap infeksi dehingga ibu perlu mengalami atau mengetahui bagaimana cara membersihkan alat kelaminnya yaitu dengan menggunakan sabun, membasahi dari arah muka kebelakang sampai anus dan dibila.
c.       Personal Hygine
Selama perawatan alat kelamin, dianjurkan ibu mandi 2x sehari.

d.      Istirahat
Anjurkan ibu untuk membatasi aktivitas yang berlebihan, dan anjurkan ibu untuk kembali melakukan kegiatan rumah tangga.
e.       Seksual
Secara fisik aman untuk mulai coitus begitu darah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri.
2.8    Diagnosa
Masa nifas normal jika involusi uterus, pengeluaran lochea, pengeluaran ASI dan perubahan sistem tubuh  termasuk keadaan psikologis normal.
Ø  Keadaan gawat darurat pada ibu seperti perdarahan, kejang dan panas.
Ø  Adanya penyulit atau masalah ibu yang memerlukan rujukan seperti abses payudara.

Reflek Patologis pada tremore


  1. Reflek Hoffman – Tromer

    Jari tengah klien diekstensikan, ujungnya digores, positif bila ada gerakan fleksi pada ari lainnya


  2. Reflek Jaw

    Kerusakan kortikospinalis bilateral, eferen dan aferennya nervous trigeminus, dengan
    mengertuk dagu klien pada posisi mulut terbuka, hasil positif bila mulut terkatup


  3. Reflek regresi

    Kerusakan traktus pirimidalis bilateral / otak bilateral


  4. Reflek Glabella

    Mengetuk dahi diantara kedua mata, hasilnya positif bila membuat kedua mata klien
    tertutup


  5. Reflek Snout

    Mengutuk pertengahan bibir atas, positif bila mulutnya tercucur saliva


  6. Reflek sucking

    Menaruh jari pada bibir klien, positif bila klien menghisap jari tersebut


  7. Reflek Grasp

    Taruh jari pada tangan klien, positif bila klien memegangnya


  8. Reflek Palmomental

    Gores telapak tangan didaerah distal, positif bila otot dagu kontraksi


  9. Reflek rosolimo

    Ketuk telapak kaki depan, positif bila jari kaki ventrofleksi


  10. Reflek Mendel Bechterew

    Mengetuk daerah dorsal kaki2 sebelah depan,positif bila jari kaki ventrofleksi

Asuhan Keperawatan pasien Aritmia


Asuhan Keperawatan pasien Aritmia

Pengkajian
  1. Riwayat penyakit

  2. Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi.

  3. Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.

  4. Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi.

  5. Kondisi psikososial


Pemeriksaan Fisik
  • Aktivitas : kelelahan umum

  • Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.

  • Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis.

  • Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit.

  • Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.

  • Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah.

  • Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.

  • Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.


Diagnosa keperawatan dan Intervensi

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.

Kriteria hasil :
  • Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa.

  • Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia

  • Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.


Intervensi :
  • Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris.
  • Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
  • Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
  • Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung.
  • Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
  • Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi.
  • Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD.
  • Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi.
  • Kolaborasi : Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
  • Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
  • Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
  • Siapkan untuk bantu kardioversi elektif
  • Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
  • Masukkan/pertahankan masukan IV
  • Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
  • Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator



2. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.

Kriteria hasil :
  • Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
  • Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat.

Intervensi :
  • Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
  • Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/keluarga.
  • Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo.
  • Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan.
  • Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan.
  • Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein.
  • Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang.
  • Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
  • Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis.
  • Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu.



DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994.

Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999

Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2001